Followers

Jumat, 05 April 2013

Dreaming

Dreaming - Kim Soo Hyun

Hangul
저 멀리 희미해지는 나의꿈을 바라보며 멍하니 서있었죠
더 이상 남은게 없어 모두 포기할까 했었지만
다시 일어나요
한 걸음 한 걸음 오늘도 조심스럽게 내딛어요
가슴 가득히 두려움과 설레임을 안은 체
비틀거리고 흔들려도 난 또 한걸음을 내딛어요
언젠가 만날 내 꿈을 향해
이대로 끝내는건 아닐지
두려움이 날 자꾸만 망설이게 하지만
가슴속 깊은 곳에서
멈추지 않은 울림이 날 앞으로 이끌죠
한 걸음 한 걸음 오늘도 조심스럽게 내딛어요
가슴 가득히 두려움과 설레임을 안은 체
비틀거리고 흔들려도 난 또 한걸음을 내딛어요
언젠가 만날 내 꿈을 향해
한 걸음 한 걸음 오늘도 조심스럽게 내딛어요
가슴 가득히 두려움과 설레임을 안은 체
비틀거리고 흔들려도 난 또 한걸음을 내딛어요
언젠가 만날 내 꿈을 향해
언젠가 만날 내 꿈을 향해

Romanization
jeo meolli huimihaejineun nauikkumeul barabomyeo meonghani seoisseotjyo
deo isang nameunge eobseo modu pogihalkka haesseotjiman
dasi ireonayo
han georeum han georeum oneuldo josimseureopge naedideoyo
gaseum gadeukhi duryeoumgwa seolleimeul aneun che
biteulgeorigo heundeullyeodo nan tto hangeoreumeul naedideoyo
eonjenga mannal nae kkumeul hyanghae
idaero kkeutnaeneungeon anilji
duryeoumi nal jakkuman mangseorige hajiman
gaseumsok gipeun goseseo
meomchuji anheun ullimi nal apeuro ikkeuljyo
han georeum han georeum oneuldo josimseureopge naedideoyo
gaseum gadeukhi duryeoumgwa seolleimeul aneun che
biteulgeorigo heundeullyeodo nan tto hangeoreumeul naedideoyo
eonjenga mannal nae kkumeul hyanghae
han georeum han georeum oneuldo josimseureopge naedideoyo
gaseum gadeukhi duryeoumgwa seolleimeul aneun che
biteulgeorigo heundeullyeodo nan tto hangeoreumeul naedideoyo
eonjenga mannal nae kkumeul hyanghae
eonjenga mannal nae kkumeul hyanghae

English
I was looking at my dream that is being deemed far away
And I was standing blankly
I don’t have anything left any more
I thought about giving up everything, but
I am standing up again

Even today step by step
I step forward carefully
My heart is full of fears
but it’s an excitement I’m embracing
I am staggering and shaking
But, I step forward towards
the dream that I am going to meet some day
As I’m thinking if it’s going to end like this
A fear constantly comes
I’m hesitating but
Deep inside my heart
There’s an unstoppable beating
that drags me forward
Even today step by step
I step forward carefully
My heart is full of fears
but it’s an excitement I’m embracing
I am staggering and shaking
But, I step forward towards
the dream that I am going to meet some day
Even today step by step
I step forward carefully
My heart is full of fears
but it’s an excitement I’m embracing
I am staggering and shaking
But, I step forward towards
the dream that I am going to meet some day
Towards the dream that I am going to meet some day

Senin, 18 Juni 2012

Rp. 200,000,-



" ‘Cause we were both young, when I first saw you.."

            Gadis kecil itu duduk termangu, sambil memandangi sebuah truk besar dengan pandangan kagum. Seakan-akan truk itu adalah sebuah kotak ajaib. Mengeluarkan barang-barang dari dalamnya. Tempat tidur, sofa, meja, dan banyak barang lainnya. Mamanya tersenyum lembut, lalu menghampiri gadis kecil itu dan tersenyum. "Yuk kita keluar, kita kenalan sama mereka.." ajak Mamanya. Gadis itu mengangguk setuju.
 Di depan rumah, seorang wanita sedang menggandeng bocah laki-laki kecil. Mama dan gadis kecil itu menghampiri mereka.
 "Halo.." sapa Mama si gadis kecil. Wanita itu menoleh dan tersenyum. "Hai.. Eh, Kenneth, ada temen baru, ayo kenalan gih nak.." ajak wanita itu, sambil melepas gandengan tangan anaknya. Mama si gadis kecil itu tersenyum lembut. "Tuh.. Sheena diajak kenalan. Ayo kenalan dulu.." Kenneth dan Sheena saling berjabat tangan dan tersenyum salah tingkah.
            "Kenneth Jeremy.."
 "Sheena Marissa.."
***
            “Kamu suka apa?” tanya Kenneth. Sheena memasang wjaah merengut bercampur sebal. “Aku bilang, aku suka sama The Corrs! The Corrs itu group yang paling aku suka diantara semua band yang ada. Kapan-kapan coba kamu dengerin deh lagu mereka yang judulnya ‘What Can I Do’. Itu sumpah keren banget! Aku jadi pengen dinyanyiin sama seseorang kalo denger lagu itu..” ucapan Sheena dengan mata berbinar-binar menimbulkan debaran yang aneh pada Kenneth. Kalau begitu, dia harus mempelajari lirik lagu dan kunci gitar lagu itu.
***
 "Ken!" seru Sheena. Kenneth yang sedang menenteng bola sepak berbalik. Wajahnya penuh dengan keringat. Walaupun demikian, dia tetap tampak terlihat imut. "Kenapa, She?" tanya Kenneth, penasaran. Sheena tersenyum senang. "Kamu nanti sore main futsal?" Sheena melangkah mendekati Kenneth. Kenneth mengangguk. "Iya, kenapa? Kamu mau dateng?" tebak Kenneth. Sheena tersenyum senang. "Aku bawain cupcake yaa! Mamaku bikin buuanyaaak banget!" ucap Sheena, sambil merentangkan tangan. Sebagai pertanda ekspresi. Kenneth tertawa terbahak. "OK, nanti antar ke lapangan ya!" sahut Kenneth. Sheena mengangguk antusias dan melangkah pergi meninggalkan Kenneth.
            Theo, teman Kenneth melangkah mendekatinya, dengan senyum menggoda. "Ciee.... Kenneth jadian sama Sheena!" serunya. Anak-anak kecil yang ada disekitar mereka berdua, pastilah gampang terprovokasi. Mereka pun mulai ikut menggoda Kenneth. "Ciee, Kenneth!!!"
            Kenneth mulai sebal. "Apaan sih?! Aku sama Sheena cuma temenan aja!! Jangan ngomong sembarangan!" seru Kenneth, marah. Theo bertolak pinggang dengan wajah menggoda. "Kalo gitu, buktiin dong! Kamu harus ganggu dia dan buat dia nangis!" pinta Theo. Kenneth terdiam. Membuat Sheena menangis?? Itu adalah tindakan yang mustahil.
            "Kenneth suka Sheena.." anak-anak mulai menggoda lagi. Kenneth memasang wajah sebal. Dia tidak suka Sheena! Jika hanya itu cara untuk membuktikan, dia harus melakukannya!
 "OK! Aku pasti bikin dia nangis! Puas kalian??" tanya Kenneth. Theo tertawa senang, lalu bertepuk tangan riuh. "Di depan kita semua yaa.." ucapan Theo, hanya berlalu di telinga Kenneth, yang berjalan pergi dengan rasa gelisah dan takut.
***
            Sheena melangkah dengan gembira. Kotak makanan yang berisi cupcake buatan sendiri, dipegangnya dengan amat hati-hati. Sheena menanti Kenneth yang sedang bermain sepak bola dengan fokus. Begitu permainan selesai, Kenneth, Theo, dan teman-teman lainnya datang menghampiri Sheena. Theo menatap Kenneth, dengan pandangan memerintah. Kenneth mengangguk tanda mengerti.
"Sheena, maafin aku yaa.." bisik Kenneth, sambil mengambil kotak makanan dari tangan Sheena. Membukanya, melempar cupcake itu ke tanah, dan menginjak-injaknya. Wajah Sheena spontan memerah. Matanya berkaca-kaca. "Kenneth..." ucapnya, lirih. Kenneth menatap Sheena, sambil berusaha menahan penyesalan yang mulai bertumbuh. "Kamu jangan deketin aku lagi! Aku nggak suka sama kamu! Aku benci sama kamu!!" seru Kenneth, lalu menabrakkan bahunya ke bahu Sheena, dan berjalan pergi. Meninggalkan Sheena yang jatuh terduduk sambil terisak, memunguti cupcake yang hancur. Kenneth sempat melihat itu dan menyesal. Saat dia berbalik dan ingin segera menolong Sheena, Theo malah mendorongnya pergi menjauh diiringi tawa dan tepukan tangan riuh dari teman-temannya.
***
 Sudah 3 hari Sheena tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Perasaan bersalah dan takut mulai menyerbu Kenneth. Kenneth takut Sheena sakit parah, karena Sheena memang susah makan kalau sudah sakit. Kenneth masih menyimpan rasa bersalahnya. Setelah menimbang-nimbang segala kemungkinan, Kenneth memutuskan untuk pergi ke rumah Sheena.
***
            "Tante Ami, Sheena masih sakit?" tanya Kenneth. Tante Ami, Mama Sheena mengangguk pelan. "Sheena nggak mau makan, Ken. Tante bingung dan takut dia kenapa-kenapa.." jawab Mama Sheena. "Coba kamu yang ngomong sama Sheena. Sheena kan paling nurut kalo sama kamu.." lanjutnya. Kenneth menggeleng. "She nggak mungkin mau dengerin Ken lagi Tante.. Kalo Ken masuk, Ken yakin She pasti bakal ngelempar Ken pakai bantal. She lagi benci banget sama Ken.. Mungkin sekarang She lagi berdoa sama Tuhan agar Tuhan bisa segera nyakitin Ken.." tolaknya, dengan nada penuh penyesalan.
            Kenneth memandang Mama Sheena, lalu memberikan sebuah boneka Teddy Bear bewarna oranye dengan tulisan, "I'm SORRY". "Tolong kasih ke She ya Tante? Bilang ke dia kalo Ken nyesel banget. Ken bener-bener minta maaf. Kalo Ken masih punya kesempatan, Ken juga masih pengen makan cupcake buatan She.." pintanya, dengan nada polos. Mama Sheena mengangguk mengerti. Bocah yang sekarang ada dihadapannya, sudah bersikap seperti gentleman. Dengan langkah gontai, Ken berjalan pergi meninggalkan rumah Sheena. Menuju rumahnya dengan perasaan sedih yang tidak dapat dikatakan.... 



"I’ll always remember you.."

            Kenneth memandang bayangannya di cermin dengan wajah puas. Dengan wajah yang super ganteng, kulit putih bersih, tinggi mencapai 185 cm, menjabat sebagai kapten tim futsal, dan berhasil menjadi player sejati membuat dia tersenyum senang. Dia bisa merebut hati banyak gadis di sekolah.
            "I used to think one day, I'd tell the story of us.. How we met and the sparks flew instantly.. People would say, 'they're the lucky ones'..." sebuah suara merdu menghampiri telinga Kenneth. Kenneth langsung menoleh. Memperhatikan jendela rumah sebelah, dan perlahan tersenyum.
            Sheena sedang menari mengikuti musik. Tidak sadar bahwa jendela sudah terbuka lebar dan tetangga pasti bisa mendengar. Merasa ada yang memperhatikan, Sheena menatap ke arah luar jendela dan mendapati Kenneth sedang tersenyum menatapnya. Buru-buru, Sheena langsung mematikan musik dan meninggalkan kamar, lengkap dengan suara bantingan. Sukses membuat senyuman Kenneth hilang dan terdiam.
***
 SMA HARAPAN adalah salah satu SMA favorit di Jakarta. Dengan murid-murid yang diseleksi dengan hati-hati. Kenneth Jeremy adalah salah satu murid yang berhasil diseleksi secara sempurna. Terkenal sebagai kapten tim futsal, yang sering memenangkan banyak pertandingan, dan dikenal sebagai player sejati diantara para gadis. Walaupun demikian, masih tetap saja mereka berharap menjadi gadis impian Kenneth dan mewujudkan dongeng Beauty and the Beast. Menjadi gadis yang cantik dan mampu merubah sifat player Kenneth. Namun diantara para gadis, ada satu gadis yang belum mampu didapatkan oleh Kenneth. Gadis dari masa lalunya.
            Sheena Marissa. Sang Ketua OSIS, yang terkenal sebagai gadis pintar, ramah, baik namun disiplin. Masih membenci Kenneth setengah mati. Setiap mereka bertemu, Sheena pasti berbalik atau berjalan cepat. Walaupun mereka sekarang satu kelas, Sheena tidak pernah sekalipun mengajak Kenneth mengobrol, dan Kenneth pun belum berani mengajak Sheena ngobrol, karena takut dibentak. Setiap ada rapat yang melibatkan tim futsal, Sheena akan meminta Calvin --Wakil Ketua OSIS--  untuk menggantikan rapat. Kenneth masih amat penasaran dengan gadis yang sudah remaja itu. Begitu banyak pertanyaan di kepala Kenneth, yang ingin dia tanyakan pada Sheena. Kenneth melangkah ke depan pintu dan menyandarkan tubuh di dinding.
            "Babe? Are you here?" sebuah suara membuat lamunan Kenneth buyar. Kenneth menoleh dan menatap gadis yang beruntung menjadi pacarnya sejak 2 minggu terakhir. Gadis ini bernama Carissa Rachel. Leader squad cheerleader.
"Kenapa, Sa?" tanya Kenneth. "Kamu kenapa bengong?" Carissa mengelus rambut Kenneth. Kenneth tertawa. "Nggak papa. Cuma rada galau aja sama ulangan Sejarah nanti.." dusta Kenneth. Carissa menggenggam tangan Kenneth. "Tenang aja, babe.. Kamu pasti bisa, kalo gagal kan, tinggal remed doang..." sahut Carissa. Baru mau menjawab, terdengar suara bentakan.
            "Misi!" seru Sheena. Kenneth langsung menoleh. Gadis dikuncir ekor kuda itu menatap mereka berdua dengan tatapan killer. Kenneth spontan menyingkir. Tanpa berkata apa-apa, Sheena langsung masuk ke dalam kelas. Perlahan, mata Kenneth mengikuti langkah Sheena. Memperhatikan Sheena yang tertawa riang dengan teman-teman dekatnya. Mendadak rasa rindu akan tawa itu menyebar ditubuhnya. Payah, dia beneran kangen dengan Sheena. "Babe?" panggil Carissa. Kenneth menoleh sekilas. "Aku mau belajar dulu.." jawabnya, lalu berjalan masuk ke kelas.
***
            Kenneth duduk sebangku dengan Carissa, memandangi Sheena yang duduk dibarisan depan. Kenneth awalnya tidak menyangka kalau mereka akan satu sekolah. Karena, sejak insiden itu, Sheena memohon pada Mamanya untuk pindah kelas. Saat masuk SMP pun, Sheena sengaja memilih SMP favorit, karena yakin Kenneth tidak mungkin mampu menyusulnya. Saat masuk SMA-lah, Kenneth mendengar dari Mamanya, bahwa Sheena berniat masuk SMA Harapan. Dengan perjuangan keras, akhirnya Kenneth pun berhasil masuk ke SMA itu. Walaupun tidak sekelas saat kelas X, Kenneth merasa doanya terkabul saat naik ke kelas XI. Dia sekelas dengan Sheena! Sheena belum sudi mengajaknya bicara, namun Kenneth yakin bahwa semua perlu proses.
 "Earth is calling Kenneth Jeremy!" panggil mrs. Devi. Kenneth menoleh dan menatap mrs. Devi yang menggelengkan kepalanya. "What are you doing back there? Day-dreaming??" sindir mrs. Devi. Tawa anak-anak kelas XI segera meledak. Kenneth menatap Sheena. Berharap gadis itu akan berbalik dan tertawa. Namun tidak. Dia bahkan tidak sudi berbalik. Kenneth menunduk. Resah.
 "Kamu kenapa, babe? Sakit?" tanya Carissa. Kenneth menggeleng. "Nggak papa.." jawab Kenneth, lirih
***
 "This is our guy, Kenneth Jeremy!!" seru Theo. Teman-teman dari klub futsal kompak bertepuk tangan riuh. Mereka berdecak kagum karena Kenneth berhasil menaklukkan Carissa, gadis yang selama ini dikenal sombong dan terlalu jaga image. Mendapat pujian itu, Kenneth cuma bisa memberi hormat selayaknya sehabis tampil di atas panggung. Theo menggelengkan kepala tanda kagum.
 "Lo hebat banget, Ken!! Gue kagum beneran!! Lo pakai apa sih? Ckckck. Bisa aja si Carissa takluk dibawah lutut lo dalam waktu 2 minggu.." ucap Theo. Kenneth tertawa. "Itu udah bakat bawaan.." jawab Kenneth, asal.
            "Mesti berapa kali gue ngetuk pintu baru kalian denger??!" Terdengar suara itu lagi! Kenneth menoleh. Menatap Sheena yang memasang wajah sebal, sambil memegang sebuah map. Kenneth langsung mendekati Sheena dan tersenyum. Ini saat yang tepat untuk mengajak Sheena mengobrol.
            "Ada apa, She?" tanya Kenneth, ramah. Namun Sheena malah mengabaikan Kenneth dan melangkah menuju Theo. "Nanti kasih ke ketua klub lo. Suruh dia ke Ruang OSIS buat ngambil jatah bulanan kas futsal, kalo emang mau..." ucap Sheena, dengan nada absolut. Sheena melewati Kenneth tanpa menatap atau bicara sepatah kata pun pada Kenneth. Meninggalkan Kenneth dengan perasaan bersalah, untuk kesekian kalinya.
 "Sheena sekarang galak banget yaa?" tanya Theo, sambil membuka map. “Dia juga kayaknya masih benci banget sama lo.. ck, gue jadi kangen sama Sheena yang dulu.. Yang suka main masak-masakan, seneng senyum, dan baik hati..” lanjutnya. Rahang Kenneth bergerak-gerak. Tangannya mengepal. Tanda bahwa dia sedang marah. “Dia berhak bertingkah kayak gitu ke kita.. Kita udah jahat banget sama dia..” sahut Kenneth, dingin. Sadar sedang disindir, Theo langsung mengangguk setuju dan menyerahkan map itu pada Kenneth. “Lo nanti ambil jatah bulanan kas kita..” perintah Theo. Kenneth mengerutkan dahi. “Kenapa harus gue?? Lo nggak liat?? Tadi aja Sheena nggak sudia ngomong sama gue.. Gimana mau minta jatah bulanan?? Yang ada gue bakal ngomong sama tembok..” tolak Kenneth. Theo tertawa. “Nah itu dia! Lo harus coba! Ngaku player sejati, sana buktiin ke gue, kalo lo bisa naklukkin Sheena..”
Ego Kenneth merasa tertantang. “OK! Sempet dia nanti jadi baik dan takluk sama gue, lo berani bayar gue berapa?” tanya Kenneth. Theo menimbang-nimbang.
“200,000 kalo berhasil. Gimana? Deal?”
“OK! It’s a deal!”
Dan senyuman pun mengembang di bibir Kenneth. Dia yakin 100000%, Sheena pasti akan takluk dibawah pesonanya.
***
            Sheena menguap sambil meregangkan tubuhnya. Dia melirik jam dinding. Sudah hampir jam 4 sore. Dia harus segera pulang. Saat Sheena sedang bersiap untuk pulang, pintu Ruang OSIS terbuka. Sheena langsung menoleh. Kenneth! Cowok masa lalunya! Cowok yang paling ingin dibumi-hanguskan oleh Sheena, datang langsung mengahmpirinya. Sheena menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari bantuan. Namun nihil. Hanya ada mereka berdua diruangan itu. Kenneth tersenyum sambil melangkah mendekati Sheena. Sheena menghela nafas, sebal. Dia sudah tidak ingin lagi mendegar apa pun dari mulut cowok itu.
“Sheena, gue disuruh anak-anak futsal buat ngambil jatah kas..” ucap Kenneth, ramah. Kenneth terus tersenyum, karena yakin Sheena pasti akan larut dalam pesonanya. Namun tidak. Sheena melangkah menuju brankas dan mengambil amplop cokelat yang bertuliskan ‘futsal’. Meletakkan amplop itu ke meja, dan membuka pintu OSIS lebar-lebar. Memberi isyarat pada Kenneth untuk segera pergi. Kenneth langsung tahu diri. Dia mengambil amplop itu dan berbalik menuju pintu. Kenneth tetap masih tersenyum. “Makasih yaa..” ucap Kenneth. Sheena cuma menunduk. Tidak menjawab apalagi merespon.
Begitu keluar dari Ruang OSIS, Kenneth langsung mengacak-acak rambutnya. “AARRGGHH!!” gerutunya. Dia benar-benar sebal! Dia tidak suka dan tidak biasa diabaikan. Kenneth harus melakukan sesuatu agar Sheena simpati padanya dan kembali menyayanginya.
***
mr. Radit menatap satu kelas dengan tatapan tajam. Mencari murid untuk diterkam. Namun semua murid sibuk menundukkan kepala. Berusaha keras menghindari pandangan mr. Radit. Terdengar cekikikan pelan dari bangku belakang, membuat semua mata kompak menoleh. Menatap Kenneth yang sedang bermesraan dengan Carissa. mr. Radit tersenyum jahat. Senyumnya hampir menyerupai seringai Severus Snape.
 "Jeremy! Do number 3, now!" seru mr. Radit. Semua kompak menghela nafas lega dan menatap Kenneth dengan pandangan kasihan. Kenneth terdiam. Tidak tahu harus melakukan apa. "Now, Jeremy!" mr. Radit mengulangi perintahnya.
 Kenneth maju dengan langkah lunglai dan menatap papan tulis dengan tatapan bingung. Limit Fungsi Tak Terhingga. "So? Can you do that, Jeremy??" tanya mr. Radit. Kenneth menggelengkan kepalanya. "No, I can't do this, mr." jawab Kenneth. mr. Radit menatap Sheena dengan senyum kasih sayang. "Sheena, would you please do Kenneth a favour?" tanya mr. Radit. Sheena mengangguk lalu maju ke depan.
 Sheena menatap Kenneth dengan pandangan merendahkan. "Ck, player kayak lo?? Nggak guna cowok cakep tapi bodoh.." bisik Sheena, membuat Kenneth terdiam dan menunduk menahan rasa malu.
***
 "Sheena, kita duluan ya? Kita masih ada kerjaan.." ucap beberapa anak cewek dikelas. Sheena menatap mereka, lalu mengangguk pelan. Mereka buru-buru keluar dengan suara heboh. Salah satu dari mereka tidak sengaja menabrak Kenneth yang sedang berdiri di jalan.
 "Aduh... Eh, maaf Ken! Nggak sengaja.." ucap salah seorang cewek dengan nada salah tingkah.
 Kenneth hanya mengangguk dingin. "Lo pada nggak piket?" tanya Kenneth.
 Cewek-cewek itu tersenyum girang. "Nggak.. Tadi Sheena udah kasih izin kok buat pulang duluan.."
 "Jadi Sheena sendiri sekarang?" tanya Kenneth lagi. Dia tersenyum senang saat melihat cewek-cewek itu mengangguk pasti. Kenneth langsung berlari naik menuju XI Science 2. Meninggalkan cewek-cewek yang bengong karena mendapat kesempatan langka mengobrol dengan seorang Kenneth.
***
Kenneth mendapati Sheena sedang membereskan kursi saat dia tiba di kelas. "Sheen, hari ini gue juga piket. Gue bantu ya, mau nggak?" tanya Kenneth dengan nada ngos-ngosan. Sheena menatap Kenneth, lalu mengangguk pelan. Kenneth pun membantu Sheena dengan merapikan meja. Benci dengan suasana canggung itu, Kenneth menatap Sheena dan berusaha mengajak dia ngobrol.
 "Kenapa lo diem aja pas mereka pulang?" tanya Kenneth.
 Hening sejenak, sebelum akhirnya Sheena menatapnya. "Karena.. Kalo gue malah larang mereka, yang ada mereka bakal ngomongin gue dari belakang... Dan gue benci dengan orang kayak gitu.." jawab Sheena.
 Kenneth tersenyum. "Jadi lo suka sama orang yang kayak apa?" tanya Kenneth. Sheena menatap Kenneth, tajam. "Yang bukan pengecut dan back-stabber.." jawaban Sheena membuat Kenneth tertawa. Dan berpura-pura memegang dadanya. "Oooohhh~ nancep!" jawab Kenneth.
Mendengar Sheena sedang menyandungkan lagu yang amat familier di telinganya membuat Kenneth menoleh lagi. “Lo masih suka sama The Corrs, walaupun si Andrea Corr milih untuk bersolo karir??” tanya Kenneth. Sheena mengangguk singkat. “Still. They are the best of the best.. Kenapa??” Sheena bertanya dengan nada tinggi. “weitts~ santai aja dong Sheen. Jangan skeptis gitu. Gue kan nanya, bukan ngajak tawuran..” jawab Kenneth, sambil tertawa. Benar-benar tertawa terbahak. Membuat wajahnya jadi persis seperti anak kecil. Menimbulkan semburat merah di pipi Sheena.
 "Gue pulang duluan ya.. Kalo udah selesai, lo boleh langsung pulang kok.. See you.." ucap Sheena, lalu melangkah pergi meninggalkan Kenneth.
 "See you very soon, Sheena..." gumam Kenneth sambil menatap kepergian Sheena....



"And I hate how much I love you, girl.."

            Sheena menjatuhkan diri di tempat tidur sambil menghela nafas, sebal. Dia menutupi mukanya dengan bantal dan mulai berteriak. Cara simple untuk menghilangkan rasa kesal.
 "Sheena, ganti baju dulu! Terus ajak Bixby jalan.." suara Mamanya terdengar. Sheena langsung duduk diatas kasur. "OK Mama!" sahut Sheena.
 "Kamu dengerin aku dulu dong, Sa.." Sheena menoleh dan mendapati tetangga sebelahnya --Kenneth-- sedang berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.
 "Yang bener aja aku harus share kamu dengan gadis jelek seperti itu? Nggak! Aku nggak mau!!" terdengar bentakan Carissa. Kenneth menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia harus mencari cara untuk membuat Carissa setuju.
 "Tapi babe.. Ini cuma permainan. Taruhan biasa. Aku bahkan nggak punya feeling apa-apa sama dia. Aku cuma pengen tau... Apa dia emang sedingin itu sama cowok?"
            "Gimana kalo nanti kamu suka sama dia?"
 "Dia lebih apa sih dibanding kamu, babe?? Nggak ada.. Aku pasti milih kamu lah, dibanding dia.. Dan lagi, kalo aku menang.. Kamu boleh mempermalukan dia di depan umum.."
            Hening sejenak. Kenneth merasakan jantungnya berdetak makin cepat. Dia berharap Carissa akan menjawab, "Kayaknya seru tuh! Kalo gitu, ya udah.. Sana kejar gadis jelek itu. Tapi kamu harus janji, kamu nggak bakal jatuh cinta sama dia.. Babe? Babe? Kamu denger aku nggak sih?! BT kann, dicuekkin.."
            Kenneth terbangun dari lamunan dan bersorak dalam hati. Carissa pasti setuju. "Pasti babe. Aku cuma padamu kok.." Dan Kenneth pun langsung mematikan sambungan.
            Begitu Kenneth menoleh, Kenneth menatap Sheena sedang memperhatikannya. Kenneth langsung melambaikan tangannya. Sadar telah terpaku oleh pesona Kenneth, Sheena langsung berbalik. "Ma, Bixby mana??" tanyanya sambil menjauh dari kamar.
***
            "Bixby! Come on!!" seru Sheena pada seekor anjing jenis poodle. Baru beberapa langkah berjalan, Bixby malah berhenti didepan rumah Kenneth. Ekornya bergoyang-goyang. Tidak lama, Kenneth keluar dengan membawa seekor anjing dengan jenis golden retriever. Saat mereka berpas-pasan, Bixby dan anjing golden retriever seakan tidak mau dipisahkan. Mau tidak mau, Kenneth dan Sheena melepaskan rantai pada leher anjing mereka dan membiarkan kedua anjing itu berduaan.
            "Wah, jadi selama ini Bento nge-galauin anjingnya Sheena? Ck, nggak nyangka.." Sheena menoleh. Menatap Kenneth dengan pandangan bingung.
            "Bento suka nangis-nangis sendiri, She. Tapi gue nggak tau kenapa. Gue ajak jalan keluar nggak mau. Tapi tadi tumben dia mau. Sampai gigit celana gue, ternyata ada maunya.." jelas Kenneth, dengan senyuman ramah.
            Sheena tetap diam. Membuat suasana jadi canggung. "Akhirnya setelah 6 tahun, gue bisa ngobrol lagi sama lo.." lanjut Kenneth. Sheena tidak menanggapi. Dia berpura-pura memperhatikan Bixby dan Bento.
 Kenneth jadi geregetan sendiri. Akhirnya dia menarik tangan Sheena dan membuat gadis itu menatapnya tepat di manik mata.
            "Lo kenapa sih She?! Please, jangan diam aja kayak gini.." ucap Kenneth, dengan nada memohon.
            "Gue masih benci sama lo!! Gue nggak percaya lo bisa segampang itu nanya 'kenapa?' ke gue.." sahut Sheena, dengan nada marah. Kenneth menggelengkan kepalanya, frustasi. "Itu masalah sepele, She! Udah lewat! Kita udah besar.. Itu nggak perlu diingat-ingat lagi." ucap Kenneth.
 "Emang dasar jahat lo  ya?!" seru Sheena, lalu menghempaskan tangannya dari Kenneth. "Lo enak tinggal ngomong! Lo bilang benci sama gue! Lo yang nyuruh gue buat jangan ngedeketin lo lagi.. Jadi, gue nggak perlu perhatian lo. Pergi jauh-jauh dari gue.." lanjut Sheena, lalu berlari pergi mencari Bixby. Meninggalkan Kenneth terdiam, memikirkan berbagai cara untuk dapat merebut hati Sheena kembali.
***
            "Pagi Sheena, mau bareng nggak?" ajak Kenneth, suatu pagi. Sheena memandang Kenneth dengan pandangan merendahkan. "Nggak.." jawab Sheena, singkat. Kenneth tidak menyerah. Saat Sheena baru selesai menstarter mobil, Mamanya datang dan tersenyum ramah pada Kenneth. Sheena menatap Mamanya, heran.
            "Mama mau kemana? Kenapa pakai baju formal?" tanya Sheena. "Mama mau ngurus klien. Jadi Mama bawa mobil, nanti Mama antar kamu ke sekolah, pulangnya naik taksi aja..." jawab Mama Sheena. Kenneth merasa mendapatkan kesempatan untuk cari perhatian.
            "She biar bareng Ken aja Tante.." ucap Kenneth. Sheena spontan menggeleng. "Nggak! Nggak mau! Aku sama Mama aja!" tolak Sheena. Mama Sheena melirik jam tangannya dengan pandangan cemas. "Mama harus lewat tol Kebun Jeruk sayang. Pasti macet. Dan lagi kenapa kalo sama Ken?" Sheena memasang wajah sebal.
  "Mama kan tau Sheena benci sama dia! Udah ah, Sheena jalan kaki aja. Nyari taksi di depan.." ucapan Sheena terdengar jelas di telinga Kenneth. Sheena menatap Kenneth dengan pandangan sebal, lalu berjalan pergi. "Sana, susul dia!" pinta Mama Sheena. Kenneth tersenyum. Memakai helm, menstarter motor dan segera menyusul gadis masa lalunya itu.
***
 "Ayolah She.. Bareng gue aja yuk. Lo emang nggak takut kenapa-kenapa kalo naik taksi?" ajak Kenneth. Sheena tidak menoleh. Dia terus berjalan, berpura-pura tidak mendengar. Kenneth tersenyum menggoda.
            "Ya udah kalo nggak mau. Duluan ya She.." ucap Kenneth, lalu membawa motornya pergi. Sheena spontan berteriak. "Hei, tunggu!" serunya. Kenneth berhenti dan menoleh ke belakang. Menatap Sheena dan tertawa terbahak.
 "Sombong sih.. Diajakkin bareng, nggak mau.. Sok jual mahal..." goda Kenneth. Sheena menghentikan langkahnya. Wajahnya memerah, salah tingkah. Dia menatap Kenneth.
            "Gue mau bareng sama lo kalo gue pakai helm.." pinta Sheena. Kenneth mengangguk lalu menyerahkan sebuah helm. "Gue nggak mau yang bekas cewek-cewek lo.. Ntar gue ketularan jadi kecentilan.." lanjutnya.
 Kenneth tertawa. "Cewek gue nggak ada yang pernah pakai helm.. Gue nggak terlalu peduli sama mereka.." ucap Kenneth.
            "Terus kenapa lo bawa helm buat gue?"
            "Karena lo beda sama mereka.."
            "Beda?"
            "Iya, beda.. Lo harus gue jaga, karena gue kenal nyokap lo.."
            Sheena terdiam, lalu memakai helm, dan naik ke boncengan Kenneth. “Jangan ngebut!" perintah Sheena. Kenneth tertawa pelan, lalu melaju motornya dengan kecepatan tinggi, membuat Sheena jadi harus memeluk pinggang Kenneth. “KENNETH!!!” seru Sheena, keras.
***

            "Udah, gue turun disini aja.." ucap Sheena. Kenneth tidak menjawab, namun tetap memarkirkan motornya di parkiran motor.
 Theo dan anak-anak futsal lainnya memperhatikan Kenneth. Mereka terkejut melihat Sheena yang ada di boncengan Kenneth. Sheena memandang sekeliling dengan gugup, sambil buru-buru melepas helm. "Makasih buat tumpangannya.." ucapnya, lalu turun dan berlari pergi. Theo menghampiri Kenneth dan memberikan applause. "Baru kemarin kita taruhan, udah langsung bergerak! Kalo Carissa tau gimana?" Theo menggelengkan kepala, kagum bercampur ingin tahu. Kenneth tertawa. "Carissa udah tau dan ngedukung kok.." jawab Kenneth. Theo tertawa. "Dasar player!" Kenneth tertawa, lalu merangkul Theo. Mereka berdua tertawa sambil menuju kelas....


 
" 'Cause you make my heart race.."

 "Lo tadi berangkat sama siapa?" tanya Bella, sahabat karib dan table-mate Sheena. "Kenneth.." jawab Sheena, berbisik. Bella menggelengkan kepalanya, tidak percaya. "Sheen, lo tau kan Kenneth itu nggak bener? Kenapa lo harus pergi bareng sama dia?" tanya Bella. Sheena menunduk. "Sumpah, gue pergi bareng sama dia karena Mama harus pergi pakai mobil.. Maafin gue, Bella.. Gue nggak akan ngulangin kesalahan gue.." jawab Sheena, dengan nada memelas.
 Bella menghela nafas. "Gue bukannya ngelarang lo, Sheen.. Gue cuma takut lo terluka gara-gara Kenneth.. Gue harus jagain lo, agar lo nggak terpesona sama aura dia yang terlalu memikat itu.." Sheena mengangguk mengerti. "Thanks ya Bella, udah jadi sahabat yang baik buat gue, selama 6 tahun ini.." Bella tertawa. "Apa banget sih kita?! Udah kayak mau pisah aja.." ucap Bella, disambut tawa Sheena.
***
 "Jadi, untuk pelajaran mengenai 'Deskripsi' kali ini, Ibu minta kalian presentasi ke depan dan mengdeskripsikan berbagai hal. Bebas. Boleh benda, hewan, tumbuhan, makanan, minuman... Pokoknya bebas. Kalian akan maju satu-satu.. Ada pertanyaan?" ucap ms. Bonnie. "OK, tidak ada yang bertanya. Sampai jumpa minggu depan.." ms. Bonnie pun melangkah pergi, meninggalkan kelas.
 "Olahraga!!" seru anak-anak cowok di kelas. Sheena menoleh ke belakang dan melihat Kenneth sedang mengelus rambut Carissa dengan penuh kasih sayang. Sheena berbalik dan merasa sebal. Jantungnya berdebar kencang. Sheena terdiam. Ada apa dengannya?!
***
  Murid-murid kelas XI Science 2 sudah berkumpul di dekat kolam berenang. Sheena tampak gugup. Dia sama sekali tidak bisa berenang. Bella menatap Sheena. "Lo nggak usah berenang aja, Sheen.." ucap Bella. Sheena menggelengkan kepala. "Nanti mr. Rifki marah.." sahutnya. Bella tertawa. "mr. Rifki nggak akan marah.. Dia baik banget kok.. Biar gue aja yang ngomong sama dia ya?" Shenna mengangguk dan Bella pun pergi meninggalkannya. Carissa yang dari memperhatikannya tersenyum jahat. Dia berbisik pada beberapa temannya, yang juga tertawa jahat.
 Carissa dan teman-temannya berjalan mendekati Sheena, sambil tertawa-tawa. Salah satu teman Carissa mendorong Carissa, dan Carissa mendorong Sheena keras.
 'BYUURR'
Semua spontan melihat kolam. "hey, who's dare to jump over the pool?!" tanya mr. Rifki. Carissa dan teman-temannya tertawa terbahak.
 Sheena berusaha menggapai-gapai udara. "Tooo.. Loong..." ucapnya. Kenneth yang sedang bercanda dengan Theo, terpaku. "She!" serunya, lalu melompat ke dalam kolam. Berusaha menolong Sheena, yang sudah hampir  tenggelam. Menaikkannya ke lantai.
 "Ayo, She! Stay with me.. She, ayo.." ucap Kenneth sambil melakukan CPR. Sheena terbatuk, lalu mengeluarkan air dari mulutnya, kemudian jatuh pingsan. Kenneth langsung menggendong Sheena dan membawanya pergi.
Bella menatap Carissa yang sedang tertawa, lalu berjalan mendekatinya. Ikut tertawa. Terbahak malah. Membuat geng Carissa terdiam. Bella menampilkan wajah pura-pura polos, "Kok diem?? Ketawa lagi dong.." ucap Bella, lalu melangkah mendekati Carissa. "Ketawa lagi dong, Sa.. Ketawa Sa.. Sampai puas.." lanjutnya. Carissa berdiri diujung tanduk. Terdorong sedikit, dia pasti jatuh ke kolam. Namun Bella tetap terus berjalan. Carissa tidak punya cara lain, selain tetap melangkah mundur.
 'BYUURR..'
Carissa terjatuh ke dalam kolam renang. Semua murid kompak tertawa. "Makan tuh ketawa!!" seru Bella, lalu melangkah pergi. Meninggalkan Carissa yang memukul-mukul air.
***
 Kenneth memandang wajah Sheena. Tidak ada wajah serius yang selalu ditampakkannya. Wajahnya malah tampak lembut. Perlahan, dia membelai pipi mulus Sheena. Kenneth tersenyum. Sudah berapa lama dia kehilangan rasa bahagia ini? Dia betul-betul merindukan gadis yang satu ini.
 "Lo nggak punya hak buat berharap, Ken.." Kenneth tersentak dan menoleh. Menatap Bella yang berjalan mendekat, sambil melipat tangannya di dada.
 "Ngharep apa?" tanya Kenneth. Bella tertawa dipaksakan. "Ngeliat muka lo juga gue udah tau apa yang lo pikirin.. 'Seandainya, gue bisa bersama dia lagi..' gitu kan?" tebak Bella. Kenneth terdiam. "Lo nggak mungkin bisa balik sama dia, Ken.. Dia benci banget sama lo.." lanjutnya. Kenneth menatap Bella.
 "Terus kenapa??" tanya Kenneth
 "Gue nggak akan biarin lo deketin dia lagi.. Apa pun alasannya!"
 "Gue nggak ada niat apa-apa, Bella! Kenapa sih lo negative thinking terus sama gue??"
 "Karena gue tau gimana sepak terjang lo selama ini. Gue tau gimana kehebatan lo untuk bikin cewek patah hati.."
 Kenneth terdiam dan mengangkat tangannya. Menyerah. Kenneth berjalan pergi, saat Bella berbalik. Menatap punggung Kenneth. "Sheena bukan cupcake yang bisa lo lempar ke tanah sesuka hati lo. Lo nggak berhak buat bikin dia nangis.. Karena, jika itu sempet terjadi, gue nggak akan segan bikin lo nyesel seumur hidup..." Bella menumpahkan ancamannya. Kenneth berhenti melangkah. Perlahan, dia mengangguk, tanpa berbalik. "Iya, gue tau.." jawabnya, lalu melangkah pergi....



'It's gotta be you..'

Kenneth terduduk lemas di rerumputan saat Carissa mendatanginya dengan wajah sebal. "Babe, kamu tau nggak sih?! Aku tadi diceburin ke kolam sama si Bella jelek itu! Gara-gara aku dorong Sheena ke kolam.. Liat nih, babe! Rambutku jadi basah dan lepek begini.. Padahal, kemaren aku baru crembath. Sucks banget deh si Bella itu! Norak! Nggak tau gimana cara have fun..." gerutu Carissa. Kenneth cuma menatap pacarnya sekilas. "Kamu juga ngapain mesti ceburin She ke kolam? Kayak nggak punya kerjaan aja.. She itu nggak bisa berenang, Sa.." ucap Kenneth, pelan namun dalam.
"Kamu bilang kan aku berhak mempermalukan dia.." Carissa berusaha membela diri. "Setelah aku menang taruhan! Coba deh, kamu pikir pakai logika kamu.. Kalo kayak gini, gimana aku bisa mendapatkan hati dia? Kamu juga jadinya dapet peringatan dari sekolah.. Siapa yang rugi? Kamu kan??" Carissa memasang wajah merajuk. "Jadi kamu nyalahin aku?! Aku kan nggak tau, babe.. Aku nggak sengaja..." ucap Carissa, sambil meletakkan bahu di pundak Kenneth. Perlahan, tangannya menggenggam tangan Kenneth. "Kamu mau maafin aku kan, babe? Aku sayang banget sama kamu.." ucap Carissa. Kenneth hanya diam sambil memandang ke depan.
  Sheena melewati lapangan sepak bola, sambil terbatuk. Wajahnya sangat lemas dan pucat, bukan buatan. Kenneth tersenyum. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Bella.  "Minggir, aku mau pulang.." ucap Kenneth, lalu berlari pergi. Meninggalkan Carissa yang menghentak-hentakkan kakinya ke tanah. "Babe, aku marah!!" serunya. "Marah aja sana.. Peduli juga nggak..." gumam Kenneth, sambil terus berlari.
***
 Sheena menghela nafas, menunggu taksi yang tak kunjung lewat. Kemudian, sebuah motor datang dan berhenti di depannya. Si pemilik motor membuka helmnya dan tersenyum. "Bareng aja yuk, She.." ajak Kenneth. Sheena tidak bergerak. Kenneth turun dari motor. Menatap wajah Sheena yang terlihat amat pucat. "Ayo, kita bareng aja.. Lo udah lemes banget tuh. Gue takut lo pingsan disini.. nanti kalo lo pingsan, siapa yang mau nolong??" lanjutnya.
 Sheena menatap Kenneth, dalam. "Bener tadi lo yang nolong gue?" tanya Sheena. Kenneth mengangguk pelan. "Sumpah, gue nolong lo nggak ada maksud apa-apa.." ucapnya, takut-takut. "Tapi.. Lo tau dari mana??" tanya Kenneth, heran. "Bella.." jawab Sheena, singkat. Kenneth mengangguk mengerti. "Ayo, pulang bareng yuk.." Kenneth memberikan helm pada Sheena. Sheena hanya bisa menurut. Naik ke atas motor dan meletakkan kepalanya di punggung Kenneth. Membuat jantung Kenneth mendadak berdebar kencang. "Please, jangan ngebut.." bisiknya, pelan. Kenneth mengangguk, mengerti. Dia melajukan motornya, tanpa tahu... Carissa memperhatikan itu dan air matanya mulai menetes.
***
 "I can't handle this anymore!!" seru Carissa, membuat Kenneth harus menjauhkan HP dari telinganya. Kenneth menghela nafas.
 "Babe..." sahut Kenneth.
"Aku muak, babe! Aku nggak sanggup lagi! Coba kamu bayangin jadi aku! Terus kamu liat aku naik motor dan meluk cowok lain, apa kamu bakal diem aja?! Udah gitu, gengku nanyain kenapa aku nggak pulang bareng kamu lagi... Babe, aku pacar kamu bukan sih??"
 Kenneth menghela nafas. Suara Carissa terdengar seperti kicauan burung di telinga Kenneth. "Babe, sabar.. Please?" sahut Kenneth.
            "Nggak bisa! Aku nggak bisa diem aja ngeliat kamu berduaan dimotor sama dia!! Dia sok manja, nempel-nempel dipunggung kamu.."
 "Babe, itu kan karena dia sakit.. Lupa? Kamu kan yang bikin dia sakit.." Kenneth mengucapkan kata-kata itu dengan nada pelan namun dalam.
            Hening sejenak. Carissa menarik nafas, lalu siap melanjutkan perang mulut dengan Kenneth.
            "Kamu bela aja dia terus! Yang pacarnya Kenneth Jeremy tuh siapa sih sebenarnya? Sheena Marissa atau Carissa Rachel? Ah! Aku capek, babe! Capek hati diduain kamu!" seru Carissa, lalu mematikan sambungan. Kenneth memandang HPnya, lalu menggelengkan kepala. "Dasar, cewek.." gerutu Kenneth.
***
 Kenneth termangu sambil duduk dilantai balkon. Memandang langit yang bertaburan bintang. "Hey.." panggil sebuah suara yang sudah lama dirindukannya. Kenneth menoleh dan tersenyum. Sheena sedang berdiri dibalkon, dengan mengenakan sweater tebal, sambil memegang secangkir susu hangat. "Kenapa?" tanya Kenneth, ramah.
            Sheena menunduk. Tampak gugup dan salah tingkah. Dia menghela nafas kuat-kuat, lalu menatap Kenneth, tepat dimanik mata. "Nggak.. Gue cuma mau bilang makasih karena udah nolong gue.. Gue utang budi sama lo.." Kenneth tertawa. “Gitu doang ngucapin makasih?? Nggak serulah..” ucapan Kenneth menbuat Sheena mengerutkan dahi. “Terus lo mau gue berterimakasih kayak gimana?? Memuja-muja lo?? Heboh tiap lo lewat?? Atau -- ” kata-kata Sheena dipotong oleh Kenneth.
            “Cukup dengan nerima ajakan gue jalan ke Dufan, Sabtu ini..” sela Kenneth, lalu masuk ke dalam kamarnya dengan senyum kemenangan. Meninggalkan Sheena yang terdiam dan bengong sendirian....




"You don't know, you're beautiful.."

 Sabtu pagi, rumah Sheena. Sheena heboh mengobrak-abrik lemari pakaiannya. Mencoba pakaian yang satu dan yang lain. Mematut diri di cermin, kemudian menggelengkan kepala. "Nggak ada yang bagus.." gumamnya. Mama Sheena yang dari tadi memperhatikan puteri semata wayangnya, hanya bisa tertawa. Membuat Sheena menoleh. "Mama jangan rusuh deh.." gerutu Sheena.
            "Mama nggak ngerusuh kok. Mama cuma lucu ngeliat anak Mama yang biasanya galak dan tahu harus berbuat apa, sekarang kebingungan..." goda Mama Sheena. Sheena memasang wajah cemberut. Tawa Mama Sheena makin meledak. "Mamaaa..." gerutu Sheena. Mama Sheena melangkah mendekati Sheena. "Jadi Sheena mau gaya yang seperti apa??" tanya Mamanya. Sheena tersenyum. "Yang nyaman dan bisa dipakai buat jalan ke Dufan!" jawabnya, lantang.
***
 Kenneth sibuk membaca majalah dengan kerutan di dahi. "Ini majalah apaan sih? Ngomongin cowok mulu.." gumamnya. Mama Sheena datang menghampiri Kenneth, dengan senyum.
 "Kamu udah temenan lagi sama She?" tanya Mama Sheena. Kenneth tersenyum. "Hahaha, ini juga karena aku nolong dia kemaren, Tante. Kalo nggak.. Yaahh, mungkin nggak akan bisa begini.." jawab Kenneth, ramah.
            Mama Sheena mengangguk mengerti. "Tolong jaga She ya? Tante titip dia sama kamu. Jangan sampai ada yang bikin hatinya sakit lagi.." ucapan Mama Sheena membuat darah Kenneth seakan membeku. Tahukah Mamanya bahwa Kenneth sedang berusaha mempermainkan Sheena?
            "She nangis lama banget, waktu kamu isengin dulu. Dia sampai mohon-mohon sama Tante biar pindah kelas, agar nggak dikira mengganggu kamu.. Tante tau, Kenneth nggak mungkin serius, karena Kenneth datang dan minta maaf.. Waktu itu, kamu bersikap layaknya seorang gentleman.." Mama Sheena menatap Kenneth dengan pandangan dalam.
 "Tante harap kamu serius dengan Sheena.." Mama Sheena menutup percakapan, dengan nada lembut namun absolut. "Iya Tante, Ken pasti jaga She kok.." Hanya itu jawaban yang bisa diberikam Kenneth.
            "Soo, how do I look?" suara Sheena terdengar diruang tamu. Mama Sheena dan Kenneth menoleh dan tersenyum. Sheena tampak manis dengan pipe jeans dan blus bewarna pink tua garis pink muda. Lengkap dengan syal bermotif floral, beanie rajut bewarna biru muda, dan flat shoes warna hitam.
 "Cantik.." jawab Mama Sheena. Sheena memandang Kenneth, yang terpaku. "Berangkat sekarang?" ajak Sheena. Kenneth mengangguk. "Oh iyaa. Ayo berangkat.." sahut Kenneth.
 "Tante, aku pergi dulu ya.." pamit Kenneth. Sheena mencium pipi Mamanya dan mengikuti langkah Kenneth keluar.
***
 "Nggak mau naik Kicir-kicir!" seru Sheena. Kenneth tertawa. "Ngaku cewek galak, masa main begini takut?!" tantang Kenneth. "Nggak ada hubungannya cewek galak dengan mainan kayak gini!" tolak Sheena. "Ada! Ayo!!" Kenneth menarik tangan Sheena menuju antrian dengan semangat '45. "Nggak mauuuuu.." seru Sheena, berusaha melepaskan tangannya, namun gagal. Akhirnya, Sheena menyerah dan memilih menuruti kemauan Kenneth.
***
 Badan Sheena bergetar tidak karuan. Wajahnya pucat pasi, hampir seperti orang yang habis melihat hantu. Kenneth menghela nafas dan perlahan menggeram. Dia marah, karena telah memaksa gadis masa lalunya bermain dan membuatnya seperti ini. Tanpa dikomando, Kenneth memeluk Sheena. Kenneth dapat merasakan badan Sheena yang tadinya gemetaran luar biasa, menjadi lebih rileks.
 "Kenneth, kita diliatin banyak orang lho.. Please deh, gue nggak akan terkesima dan langsung jatuh hati sama lo dengan perbuatan lo ini.." bisik Sheena. Kenneth tersadar dan tersenyum. Wajahnya memerah, salah tingkah. "Eh iya, maaf yaa.." ucapan Kenneth tidak ditanggapi oleh Sheena. "Ayo kita main yang lain.." ajak Sheena, yang hanya bisa dituruti oleh Kenneth.
 "Bentar!! Komidi putar?? Ogah! Gue udah mau 17 tahun, She! Masa gue main sama anak-anak kecil?" Kenneth menolak habis-habisan ajakan Sheena. Sheena memasang wajah cemberut, tanda kalau dia ngambek. "Ya udah, gue main sendiri aja lah.." Sheena melangkah pergi, meninggalkan Kenneth. Betul-betul pergi, karena dia tidak berbalik. Kenneth memutar bola matanya. Dia sadar kalau dia harus menuruti kemauan Sheena. "She, tunggu!" seru Kenneth, sambil berlari menuju Sheena yang berhenti melangkah, berbalik, dan tersenyum menatap Kenneth.
***
 Sheena betul-betul menunjukkan sifat aslinya pada Kenneth. Sheena masih manja, baik hati, dan senang tertawa. Setiap kali tertawa, lesung pipinya terlihat amat jelas.

 "Jadi, lo bener-bener dimaki-maki sama polisi?" tanya Sheena, di sela tawanya. Kenneth mengangguk. "Habis dia begitu. Giliran motor polisi dibolehin lewat, yaa gue ikutin lah.. Eh, gue malah dimaki dan motor gue ditendang.. Ya udah, gue balas maki-maki. Adil kan?" jawab Kenneth, berusaha membela diri. Sheena tertawa terbahak. "Ck, dasar cowok.." ucap Sheena. Kenneth cuma tersenyum simpul.
 "Habis ini mau main apa?" tanya Kenneth. Sheena mengangkat bahu. "Main apa aja deh, yang penting jangan bikin gue gemetaran lagi.." jawab Sheena. "Main apa dong?" Kenneth tampak clueless. Sheena berdiri dan memberi tangannya pada Kenneth. Perlahan, tanpa ragu Kenneth menggenggam tangan Sheena, erat. "Ayo kita main di Istana Boneka.." ajak Sheena, dengan nada absolut. Membuat Kenneth bengong sejenak, lalu tertawa sambil mengangguk.
***
 Sheena melepas helmnya, sambil menguap. Wajahnya tampak sangat kelelahan. Walaupun demikian, dia sudah sangat puas memaksa Kenneth menaiki permainan --yang menurutnya-- untuk anak kecil. Kenneth tersenyum.
 "Capek ya?" tanya Kenneth. Sheena mengangguk. "Tapi gue seneng banget. Gue berasa jadi anak kecil.. Makasih ya, udah bikin hari ini jadi seru.." jawab Sheena, sambil tersenyum. Baru 2 langkah melangkah, Kenneth menarik lengan Sheena.
 "Can we be friends?? Just like old times?" tanya Kenneth, dengan nada berharap. Sheena tersenyum tipis. "It depends on you and... Please, just enjoy the show, mate.." jawab Sheena lembut, lalu melepaskan tangannya dari Kenneth dan pergi... 



"You say it best, when you say nothing at all.."

 "And that's all about World War II.. Any question about that?" tanya mrs. Devi. Tidak ada jawaban. mrs. Devi menatap sekitar namun matanya berhenti pada Kenneth yang sedang bercanda dengan Theo. Mereka tampak membicarakan sesuatu yang lucu. "Okay then! Seems to me that mr. Jeremy and mr. Marchett got story to tell.." sindir mrs. Devi.
 Theo dan Kenneth menoleh dan terdiam. "What are you boys talking about there? Girls?? Jeremy, you need to grow up.. Carissa Rachel is yours, remember?? She's not worth it to being dumped.." mrs. Devi makin semangat menyindir Kenneth. Satu kelas kompak tertawa terbahak. Wajah Kenneth memerah. Sheena berbalik dan menatap Kenneth dengan senyum. Kenneth melambaikan tangannya sekilas pada Sheena. Sheena berbalik menghadap depan, dengan senyum tersungging diwajahnya. Bella, yang tadi juga ikut berbalik menatap Kenneth, terdiam dan memikirkan sesuatu.
***
 Kenneth terdiam dengan wajah kaget. Menatap teman-teman satu klubnya, bertanya ada apa. Namun tidak ada yang berani menjawab. Kenneth menghela nafas dan tersenyum.
 "Lo ngapain Bella? Kita semua lagi ganti baju lho.." ucap Kenneth, ramah. Bella mengibaskan tangan, tanda tidak ingin basa-basi.
 "I'm gona say it straight and this is my last statement.. Jauhi temen gue.." jawab Bella, dingin.
 Kenneth terdiam. Dia tidak tahu harus berkata apa. "Sheena udah mulai suka sama lo, asal lo tau.. Please, jangan bikin dia jatuh makin dalam di perangkap lo.."
 "Gue serius sama Sheena, Bella.."
 "Lo taruhan berapa sama temen-temen lo? Gue bisa bayar 4 kali lipat dari itu.."
 Kenneth melangkah maju mendekati Bella. Begitu dekat, hingga mereka dapat merasakan kalau mereka sedang bertukar nafas. "Gue nggak main-main sama Sheena, Bella..." geram Kenneth. Bella tersenyum sinis. Matanya menatap Kenneth, tajam. "Bagus kalo gitu. Soalnya, kalo lo berani bohong..."
 'BUUKK..'
Bella memukul lemari locker hingga remuk. "Gue bakal bikin lo hancur. Paham??" Kenneth cuma bisa mengangguk pelan. Bella meninggalkan ruangan klub dengan perasaan marah.
 Theo melangkah mendekati Kenneth. "Gimana tuh? Lo udah diancam sama Bella.." ucap Theo. Kenneth cuma tertawa dipaksakan. "Lo tau gue kan? Gue udah janji bakal bikin Sheena takluk sama gue, gue pasti buat itu jadi kenyataan.." jawab Kenneth, dingin.
***
 "Gue bisa pulang sendiri kok, Bell.." ucap Sheena. Bella tetap menggelengkan kepalanya. "Lo tunggu gue aja. Biar lo bareng gue. Gue takut lo kenapa-kenapa kalo naik taksi.." tolak Bella. "Nggak papa. Percaya sama gue. OK? Gue udah harus pergi nih.. Takut terlambat" Bella menghela nafas, lalu mengangguk pelan. "Begitu pulang, BBM gue!" perintah Bella, yang hanya disambut anggukan oleh Sheena.
 Sheena sedang berjalan pelan, ketika motor Kenneth menghampirinya. "Bareng?" ajak Kenneth. Sheena tersenyum. "Mana cewek lo?" tanya Sheena. Kenneth ikut tersenyum. "Lagi ngambek. Udah, mau bareng nggak?" Kenneth mengulang ajakannya.
"Gue nggak balik, gue mau pergi ke tempat lain.."
 "Gue anter! Jarang lho ada tukang ojek yang ganteng dan motornya keren kayak gue.."
 "Yee, menang di motor besar doang, bangga!"
 "Hahahaha. Udah ah! Ayo bareng aja. Emang lo mau ke mana?"
 "Ke tempat les.."
 "Ya udah, ayo. Ntar lo tunjukkin jalannya.." tutup Kenneth, sambil menyerahkan helm. Perlahan Sheena mengangguk dan menurut. Kenneth hanya tertawa ketika gadis itu berkata, "Jangan ngebut!" dengan nada absolut.
***
 Kenneth menatap Sheena dengan pandangan bingung. Kemudian menatap ke depan lagi. "Kak Sheena!" seru anak-anak kecil itu. Sheena tersenyum senang pada anak-anak kecil itu. "Halo semua.. Sekarang kita kedatangan tamu baru! Temen Kak Sheena, namanya Kenneth.." Anak-anak kecil itu memberi tepukan tangan riuh. Membuat Kenneth jadi salah tingkah. "Sana, main sama Kak Kenneth.." Sheena mendorong bocah-bocah balita itu pada Kenneth. Kenneth hanya bisa terdiam saat anak-anak kecil itu mengerubunginya dan memintanya melakukan berbagai hal. Kenneth meminta pertolongan pada Sheena, namun Sheena cuma bisa tertawa dan malah pergi meninggalkannnya.
***
 Kenneth melangkah keluar dari ruangan itu dengan wajah berantakan. Menatap sekeliling, mencari Sheena. Terdengar tawa Sheena yang begitu khas. Kenneth melangkah masuk ke dalam Teachers' Room dan menemukan Sheena sedang mengobrol akrab dengan.... Calvin?!
***
 "Kenapa lo bisa ngobrol sama dia?" tanya Kenneth.
 "Karena dia anaknya owner tempat les ini.." jawab Sheena.
 "Terus, kenapa lo bisa kerja disini?"
 "Nyokap dia temenan sama Mama, karena gue dulu 1 sekolah sama dia.. Dia buat tempat les dan ngajak gue ngajar, karena tau gue lumayan.. Paham?"
 Kenneth tampak sangat tidak suka. Dia ingin memarahi Sheena, namun dia tahu bahwa dia tidak memiliki hak untuk melakukan itu. Kenneth memandang Sheena dengan wajah penasaran. "Lebih deket sama Mama gue atau sama nyokap dia?"
 Sheena menangkap rasa jealous disuara Kenneth, membuat Sheena tertawa terbahak. "Lo  jealous ya??" tebak Sheena, membuat wajah Kenneth, memerah. Sheena menepuk-nepuk pipi Kenneth pelan. "Lo nggak boleh jealous sama gue, Kenneth. Jangan lupa kalo lo masih punya Carissa.." ucap Sheena, lalu melangkah pergi meninggalkan Kenneth.
***
 Kenneth sedang menendang bola sepak ke arah pintu garasi, saat Carirsa meneleponnya. Dengan terpaksa, Kenneth mengangkat telepon itu.
 "Babe, tadi kamu kemana?! Aku nungguin kamu, ternyata kata Theo kamu udah pulang.. Babe, aku salah apa lagi?! Kenapa kamu nghindarin aku terus??" pekikan Carissa terdengar begitu putus asa.
 Kenneth menghela nafas, sambil teringat dengan kata-kata Sheena siang tadi. Dia harus memutuskan Carissa, jika ingin memenangkan hati Sheena. "Carissa, kayaknya... Kita harus break sebentar deh.. Harus mulai cari kesibukan baru. Cari orang baru yang mungkin bakal lebih ngertiin kita...."
 "Wait a minute.. Are you breaking up with me?"
 "Kinda.."
 Jawaban Kenneth  membuat Carissa berteriak marah. “Kamu nggak boleh mutusin aku!! Aku sayang banget sama kamu, Kenneth! Kamu nggak boleh mutusin aku.. Atau...” Carissa menggantungkan kalimatnya. “Atau apa, Carissa??” tanya Kenneth, mulai takut. “Aku bakal bilang sama Sheena, kalo kamu cuma mainin dia!!” Carissa memuntahkan ancamannya. Membuat bulu kuduk Kenneth berdiri. Sheena tidak boleh tahu kenyataannya! Dia tidak mau Sheena membencinya untuk yang kedua kalinya. Dengan amat pelan, Kenneth menjawab ancaman Carissa dengan, “I will always love you, pumpkin..”....



"Come back to me, if this was a movie.."

 "Roses means love and beauty. Men, like me.. Loves to use this as a present, for the ones we love.." ucap Kenneth, sambil menggenggam setangkai bunga mawar. Matanya menatap Carissa dan Sheena secara bergantian. "cieee~ Carissa..." anak-anak menggoda Carissa. Carissa cuma bisa tersenyum salah tingkah. "He's my man.." ucap Carissa, bangga.
 "That's my description about roses. Thanks for listening.." ucap Kenneth, lalu berjalan menuju tempat duduknya. Carissa langsung memeluk Kenneth erat. "Babe!! You are awesomeee!" puji Carissa, lalu merebut bunga mawar yang tadi digenggam Kenneth. Kenneth cuma bisa tersenyum maksa, dan menarik bunga mawar itu kembali ke tangannya. "Please, bunga ini bukan buat lo.. Dan tolong jangan ganggu gue dulu.." ucap Kenneth, lalu duduk disamping Carissa. Carissa hanya bisa memasang wajah cemberut. Sheena menatap pemandangan itu dengan seulas harapan. Harapan bahwa bunga mawar itu adalah untuknya.
 "Don't hope too much, Sheen.." ucap Bella. Sheena menatap Bella. "I know. Maaf Bell, gue nggak sengaja.." sahut Sheena.
 "OK then.. We got Bella Taushan, Theo Marchett, and Kenneth Jeremy presented today.. Thanks for your attention today and see you soon!" ms. Bonnie berjalan pergi dari kelas bersamaan dengan bel istirahat berbunyi.
 "Wait! Jangan pada keluar dulu.. Gue punya pengumuman yang pasti buat kalian terkesima..." seru Carissa, membuat setiap gerakan anak-anak XI Science 2 terhenti. Carissa menarik tangan Kenneth untuk maju ke depan.
 "My man, as you guys know as Kenneth Jeremy is 17, last Wed. But, the party will be held in his mother's restoran, today.. And the better news is... You guys all invited!!" seruan Carissa disambut suara tepuk tangan riuh dari anak-anak.
 "Ambil undangannya dari Kenneth. Dan jangan lupa bawa undangan itu. OK? See you there!" ucap Carissa.
 Sheena dan Bella tidak bisa berjalan dengan leluasa. Mau tidak mau, mereka menuruti jalur antrian. Bella mengambil undangan itu dan pergi. Saat Sheena mengambil undangannya, Kenneth menyelipkan sesuatu disela tangan Sheena. Begitu keluar, Sheena membuka tangannya dan mendapati bunga mawar yang tadi direbut Carissa. Bella menarik Sheena menuju cafétaria.
***
"Hai! Boleh gabung nggak??" sapa Calvin. Bella yang baru mau menyuapkan cream soup tersenyum ramah. "Halo. Gabung aja gih.." sapa Bella. Sheena ikut tersenyum. Calvin menatap undangan Kenneth. "Ini apaan?" tanya Calvin, sambil meraih undangan itu.
"Undangan nggak jelas.. Sana pergi Vin! Lumayan dapet makan gratis..." jawab Bella. Calvin tertawa.
 "Jahat lo.." sahut Calvin, lalu menatap Sheena.
 "Kamu dateng?" tanya Calvin. Sheena mengangguk.
 "Mama Kenneth itu sahabat deket Mamaku. Jadi nggak enak kalo aku nggak dateng.." jawab Sheena.
 "Ya udah tuh. Sana deh, berdua pergi ke pesta yang super absurd itu.." ucap Bella, lalu melahap habis makan siangnya. Calvin dan Sheena tersenyum dan mulai berdiskusi tentang rencana nanti malam.
***
 Pesta itu berlangsung ramai dan meriah. Hampir semua undangan datang. Kenneth tampak sangat tampan dengan mengenakan tuxedo warna hitam. Dia menyapa para tamu dengan senyuman di pipinya, sambil menggandeng Carissa, yang tampak amat percaya diri dengan mengenakan dress bewarna merah dengan leher bentuk V dengan detail penguin tail. Rambutnya yang lurus dikeriting gantung. Ditambah dengan make up yang terlalu tebal, membuatnya makin tampak tua. Kenneth mencari-cari di antara para tamu, namun tidak menemukan gadis masa lalunya. Dia menghela nafas, sebal. Padahal dia sudah menyiapkan segala sesuatunya dengan baik dan sempurna untuk gadis itu.
 Tepat saat Kenneth dan Carissa mau melangkah maju mendekati tamu lainnya, matanya terbelalak. Nafasnya seolah terhenti saat melihat seorang gadis cantik mengenanakan dress bewarna pastel dengan detail bunga. Sheena! Rambutnya digelung dan riasan tipis di wajahnya membuatnya tampak cantik natural. Kenneth melepaskan genggaman Carissa dan menghampiri Sheena.
 "Lo dateng juga.." ucap Kenneth, dengan nada lega. Sheena tersenyum dan memberikan sebuah kado. "Happy birthday.." sahut Sheena, sambil tersenyum. "Thanks yaa.." ucap Kenneth. Senyuman diwajah Kenneth memudar, melihat Calvin menghampiri Sheena, dan berhadapan langsung dengan Kenneth. Carissa yang dari tadi memperhatikan, segera menghampiri Kenneth dan merangkul lengannya.
 "Hai.." sapa Carissa. Sheena dan Calvin cuma tersenyum. "Look at you both! Kalian cocok banget sih.. Sama-sama pinter!" puji Carissa. Kenneth mengeraskan rahang dan melepaskan genggaman Carissa, lalu melangkah pergi meninggalkan mereka.
 "Happy birthday to you. Happy birthday to you.. Happy birthday, happy birthday... Happy birthday Kenneth!" lagu Happy Birthday membahana diruangan. Kenneth tersenyum, lalu memeluk Mamanya, erat. Carissa memeluk Kenneth erat, walaupun hanya dibalas setengah hati oleh Kenneth.
 Mengambil mike dan menatap para tamu. "Thanks a lot karena udah dateng ke pesta gue. Makasih banyak buat kadonya.." Tawa terdengar dari para tamu. "Makasih banyak buat ucapan dan doanya. Gue nggak bisa bilang apa-apa. Makasih buat Mama, udah bikin pesta besar kayak gini. Bangga banget bisa punya single mother kayak Mama. Makasih buat sohib-sohib futsal gue. Dan paling spesial... Makasih buat seseorang yang udah dateng ke pesta ini.." ucap Kenneth, sambil menatap Sheena, tajam. Carissa, yang merasa disebut, hanya tersenyum salah tingkah.
 "Sheen, sebentar dong.." panggil Theo.
 Sheena menoleh. "Mau ngapain??" tanya Sheena.
 "Sebentar doang. Ayolah.." Theo menarik Sheena, meninggalkan Calvin sendiri, yang menatap kepergian Sheena dalam diam.
***
            Sheena termangu sendirian memandang meja makan itu. Lengkap dengan lilin dan pemandangan Jakarta, ketika malam hari. Suara terbatuk pelan, membangunkan Sheena dari lamunan dan berbalik. Menatap Kenneth yang tersenyum ramah.
 "Ini apa?" tanya Sheena, tidak mengerti.
 "Bukan apa-apa.." jawab Kenneth, lalu duduk di depan Sheena. Kenneth menjentikkan jarinya. Seorang pelayan mengantarkan sepiring cupcake. Sheena menatap cupcake-cupcake itu dengan tatapan heran. Cupcake-cupcake itu bertuliskan 'I'M SORRY'. Namun ada yang lucu dari cupcake itu. Tidak rapi dan terkesan buatan amatir.
 "Jangan ketawa. Bikin cupcake ternyata lebih susah daripada deketin cewek.." teguran Kenneth membuat Sheena menatap Kenneth.
 "Lo?? Yang buat?"
            "Iya. Kenapa? Lo nggak percaya?"
 "Nggak.." jawab Sheena, jujur. Kenneth tertawa terbahak. Membuat wajah Sheena memerah. Apa dia salah bicara?? Melihat Sheena tidak bereaksi dan malah memasang wajah bingung, Kenneth kembali serius. Dia menghela nafas. It's show time, batin Kenneth.
 "She, gue punya sesuatu buat lo.."
 "Apa?"
 Kenneth meraih transreceiver dari meja dan berkata, "Show time.." sambil menatap Sheena, tepat dimanik mata.
            Suara kembang api terdengar dan membuat Sheena menoleh. Kembang api itu tampak amat cantik. Amat mengagumkan. Mama Kenneth pasti menyiapkan semua kembang api ini dengan sempurna.
            "She, gue emang player. Tapi gue nggak jago dalam hal nembak cewek. Gue nggak bisa ngarang kata-kata buat bikin cewek bahagia. Yang jelas, sejak pertama kita ngobrol setelah 6 tahun musuhan.... Gue tau kalo lo adalah orang yang tepat buat gue." Tepat saat kembang api berbentuk hati, Kenneth melanjutkan deklarasi cintanya. "She, apa lo bisa liat hati gue??"
 Pernyataan Kenneth jelas membuat Sheena terpaku sejenak. "Bentar, bentar.. Lo nembak gue?" tanya Sheena. Kenneth mengangguk pelan. Jantungnya berdetak cepat. Bersama gadis lain, Kenneth yakin dia pasti diterima. Namun dengan Sheena? Dia tidak yakin. Sheena terdiam. Jauh dalam lubuk hatinya, dia bersorak untuk menjawab ya. Namun, logikanya pun turut bekerja. Bukankah Kenneth sedang bepacaran dengan Carissa? Bagaimana kalau nanti Kenneth juga mengatakan cinta pada gadis lain dan meninggalkannya?
 Sheena berdiri dan mendekati Kenneth, sambil tersenyum. "Lupa? Gue nggak bisa jawab deklarasi cinta lo, kalo lo sendiri juga masih sama Carissa. Gue bukan cewek murahan dan gue bukan cewek jahat. Paham?" ucap Sheena, lalu melangkah pergi.
            Theo menghampiri Kenneth, lalu menepuk-nepuk punggung Kenneth. "Semangat bro.. Gue nggak akan minta uang taruhannya sekarang kok. Tenang aja.." canda Theo.
 Kenneth tertawa. "Gue belum selesai sama dia, bro. Tenang, pasti gue yang bakal minta uang sama lo..." balas Kenneth, lalu memberikan senyum terbaiknya....



"And the reason is you.."

            Ruang OSIS sedang mengadakan rapat ketika suara berisik itu menggema. Suara teriakan membuat konsentrasi para anggota OSIS buyar. Sheena mulai sebal. "Sebentar ya.." ucap Sheena, lalu melangkah menuju pintu dan membukanya.
            "Oh! Jadi kamu lebih ngutamain dia dibanding aku?!!" teriak Carissa.
            "Nggak gitu, babe..." jawab Kenneth.
            "Kamu pulang bareng dia. Kamu nungguin dia. Kamu makan bareng dia. Kamu ngasih tunjuk dia kembang api. Kamu perhatian banget sama dia! Babe, pacar kamu itu Carissa Rachel! Bukan Sheena Marissa!!" teriakan Carissa membuat Sheena terkaget. Mereka sedang mempertengkarkan tentang dirinya?
 "Babe, please jangan di depan umum..." Kenneth tampak memelas. Carissa menggelengkan kepala.
 "Kenapa?! Takut ketahuan orang kalo kamu itu brengsek?! Kenneth, aku mau kita putus. Pergi jauh dari hidupku! Kamu udah bebas dari proteksiku! Sana, tembak Sheena! Aku nggak perlu punya pacar yang cuma bisa bikin sakit hati kayak kamu.." teriakan Carissa nyaring terdengar. Membuat semua mata memperhatikan mereka.
            Carissa melangkah mendekati Sheena dengan wajah memerah dan air mata dipipi. "Selamat! Kenneth Jeremy ternyata lebih suka sama lo, dibanding waktu dia sama gue.." ucap Carissa, dengan bibir yang bergetar, lalu melangkah pergi.
            Sheena menatap Kenneth yang melangkah lunglai menuju cafétaria. Sheena menoleh. Menatap Calvin sekilas. "Gantiin aku bentar ya Vin.." ucapnya, kemudian berlari menyusul Kenneth.
***
            "Jadi lo udah putus?" tanya Sheena sambil mengaduk milkshake cokelatnya. Kenneth memasang wajah paling menyedihkan yang bisa dibuatnya, lalu mengangguk pelan. "Dia tau gue ngasih liat lo kembang api dan dia marah banget. Dia nggak mau dengerin penjelasan gue.. Gue cuma nggak nyangka dia mutusin gue di depan umum..." ucap Kenneth, lirih.
 Kenneth menatap Sheena dengan pandangan tajam. "Maaf ya, gue jadi ngelibatin lo.." Sheena menganggukkan kepala. "Nggak papa.. Tenang aja.." jawab Sheena, dengan tersenyum. Sheena berdiri lalu meninggalkan Kenneth yang kemudian sibuk menikmati es campur. Tak lama, seorang gadis cantik dan tinggi semampai duduk di tempat Sheena tadi duduk. Dia menatap Kenneth dengan pandangan sayang. "How did I do, babe? Did she believe?" tanya gadis itu. Kenneth menarik tangan gadis itu dan mengecupnya dengan lembut. "You are awesome.. And yes. The plans work well.." jawab Kenneth, lalu tersenyum.

***
Semenjak putus Carissa dan Kenneth, Kenneth makin gencar melakukan PDKT dengan Sheena. Mengikuti Sheena kemana-mana, menunggui Sheena bila dia harus rapat OSIS, menjadi tukang ojek paling setia bagi Sheena, belajar bersama dengan Sheena, dan membuat semua orang berpikiran bahwa mereka berdua sudah berpacaran. Dan jujur saja, Sheena sudah terpesona dengan aura Kenneth, namun berusaha keras untuk menepis perasaan itu.
            "Jadi sebenarnya lo udah pacaran sama Kenneth?" tanya Bella.
            Sheena menggeleng, walaupun jantungnya berdetak kencang. "Belum dan nggak akan. Gue nggak mau nangis lagi karena dia.." dusta Sheena, sambil membereskan buku.
            "Serius?" tanya Bella, tampak tidak percaya.
 "Iya, lo percaya kan sama gue?" Sheena menatap Bella dengan pandangan penuh keyakinan. Bella menangkap kejujuran dimata Sheena, dan perlahan mengangguk.
***
            Sheena memandang aula dengan pandangan puas. Aula sekolah ini pasti akan tampak sempurna untuk Homecoming Dance, hari Sabtu nanti. "Sheen, coba cek dulu deh.. Kalo ada yang salah, bilang ya.." ucap seorang anggota OSIS. Sheena mengecek lembaran kertas itu dan mengangguk puas. "OK! Perfect banget kok!" sahut Sheena, antusias.
            Calvin menghampiri Sheena dengan senyuman. "She.." sapa Calvin.
 Sheena menoleh dan menatap Calvin. "Kenapa Vin?" tanya Sheena.
            "Aku mau ngomong.." jawab Calvin.
 "Ngomong apa?"
 "Hmmm~ agak jauhan aja yuk.." Calvin menarik tangan Sheena menuju tempat yang ada di pojokan.
            "Nah, ayo mau ngomong apa?" tanya Sheena, ramah.
 Calvin tampak gugup. Tangannya dingin dan gemetaran.
            "Vin.. Kenapa??" Sheena tampak bingung.
            Calvin menghela nafas, berusaha meyakinkan diri. Menatap Sheena dengan tatapan cemas. "Hmm~ Bella udah punya pacar belum sih? Aku mau ngajak dia ke prom, tapi takut ditolak.." tanya Calvin, pelan.
 "Kamu... Suka sama Bella?? Bella Taushan kan? Yang karateka itu? Yang sahabatku itu??" Sheena tampak tidak percaya. Begitu melihat Calvin menganggukkan kepala, Sheena tampak berbinar.
 "Aku bantu, gimana?" tanya Sheena, girang. Calvin mengangguk antusias. Sheena menggenggam tangan Calvin erat sambil tertawa-tawa. Membuat sepasang mata menatap mereka sambil menahan geram.
 "Bella!" panggil Sheena. Bella yang sedang berlatih menoleh dan berjalan mendekati Sheena. "Kenapa?" tanya Bella. "Ada yang mau ngomong bentar sama lo.." jawab Sheena, lalu menarik tangan Bella keluar dari ruang klub karate. Bella menatap Calvin yang tersenyum senang. Sheena menepuk pundak Calvin pelan. "Good luck!" bisiknya, disambut anggukan kepala dari Calvin.
 "Bell, gue mau tanya..." ucapan Calvin makin lama makin hilang dari jangkauan pendengaran Sheena.
***
Wajah Kenneth tertekuk saat Sheena menghampirinya. "Lo kenapa?" tanya Sheena, heran. Kenneth menatap Sheena dengan wajah sebal bercampur ingin tahu. "Udah puas pegangan tangannya?" tanya Kenneth, sambil memasang helm. Dahi Sheena berkerut. "Pegangan tangan sama siapa?" Sheena balas bertanya, sambil memakai helm.
 Kenneth mendengus. "Tadi gue liat sendiri lo gandengan sama Calvin.. Jadi gimana? Dia udah ngajak lo jadi date dia ke prom?" tanya Kenneth.
 Sheena mulai mengerti arah pembicaraan ini. Kenneth pasti melihat mereka berdua di aula tadi. Mengerti dengan kesalah-pahaman ini, Sheena malah tertawa terbahak. Membuat ego Kenneth terluka. Membuat wajah Kenneth makin sebal.
 "Udah sana, ketawa terus.. Gih, nggak usah pulang bareng gue.." Kenneth naik ke motor dan menstarter motornya. Sheena berusaha sekuat tenaga untuk berhenti tertawa.
 "Calvin naksir Bella, jadi dia minta pendapat gue tentang itu. Soal genggaman tangan itu, itu buat menenangkan dia, soalnya tangannya dingin banget tadi.. Is that clear, mr. Jeremy?" jelas Sheena.
 Kenneth menghela nafas lega, lalu mengeluarkan selembar kertas dan menyerahkannya pada Sheena. "Kalo gitu, lo pergi bareng gue yuk.." ajakan Kenneth, tentu saja disambut anggukan Sheena.
***
 Kenneth melangkah mendekati piano di ruang tamu. Diatas piano itu, ada foto-foto Sheena bersama Mama dan Papanya, yang kini bekerja di Amerika. Foto-foto Sheena diurutkan dari waktu dia kecil hingga remaja. Kenneth berhenti memandang foto-foto, ketika dia melihat sebuah foto yang tampak spesial diberi pigura berbentuk hati. Kenneth mengangkat foto itu dan tersenyum. Kenneth dan Sheena, ketika mereka masih kecil.
 "Lo ngapain?" tanya Sheena. Kenneth menoleh dan segera meletakkan foto itu. "Mau main piano. Boleh nggak?" Sheena mengangguk setuju.
 Kenneth mulai memainkan nada lagu klasik. Sheena pun mengikuti Kenneth. Sheena tampak sangat serius memainkan piano itu sehingga tidak sadar bahwa Kenneth sudah tidak bermain piano lagi dan malah terfokus dengan wajah Sheena. Sheena semakin tampak cantik dengan rambutnya yang bergelombang bewarna kecokelatan, matanya yang selalu tampak berbinar, dan senyumnya yang manis berhasil membuai Kenneth.

 Ketika Sheena menoleh, wajah Kenneth tampak begitu dekat. Mereka berdua saling bertukar nafas, membuat Sheena semakin gelisah dan salah tingkah.
 Tiba-tiba Sheena berdiri dengan gugup. Membuat lamunan Kenneth buyar. "Gue pulang sekarang ya.." ucap Kenneth, salah tingkah. "OK. Bye.." sahut Sheena, lalu membukakan pintu untuk Kenneth pulang.
 Digarasi, Kenneth menepuk-nepuk dadanya. Jantungnya berdebar tidak karuan. "Astaga! Gue kenapa?!" gerutunya, kesal. Sial! Saat bersama para mantan pacarnya, dia tidak pernah merasakan ini. Dia pasti malah sibuk menyentuh tangan, membelai rambut, atau menggombali mereka hingga wajah mereka semua memerah. Kalau begitu, dia harus bisa mengontrol diri, jika bersama Sheena.... 



“Or will we forever only be pretending?"

 Mama Sheena tidak mampu berkata-kata. Puteri semata wayangnya sudah tumbuh menjadi remaja yang cantik. Dengan balutan gaun bewarna violet dengan detail bunga dibagian kemben ditambah gaya rambut messy bun, membuat Sheena semakin tampak memesona. "Mama nggak percaya kalo kamu udah tumbuh jadi remaja.." ucap Mama Sheena, bangga. Sheena cuma bisa tersipu malu saat Mamanya meminta Sheena untuk difoto berulang kali.
 Suara ketukan pintu membuat jantung Sheena berdesir. Kenneth, itu pasti Kenneth, batinnya mulai berteriak. Mama Sheena membuka pintu dan mengajak Kenneth masuk. Kenneth berhenti melangkah saat melihat Sheena berjalan mendekati dirinya dan Mama Sheena.
 "Hai" sapa Sheena, salah tingkah karena Kenneth terpaku memandangnya.
 "Hai juga. Berangkat sekarang?" ajak Kenneth. Sheena menganggukkan kepala. Mama Sheena memeluk Sheena erat. "Hati-hati ya Sheen. Ken, Tante titip puteri Tante ya.." Kenneth menganggukkan kepala. "Pasti Tante. Pasti.." jawabnya, penuh keyakinan.
 Sheena melongo melihat kendaraan yang dibawa Kenneth. "Kan lo udah cantik dan gue udah keren. Nggak mungkin kan naik motor? Lo mau rambut lo kusut? Gue sih nggak mau date gue berantakan.. Jadi gue pinjem mobil sama Mama..." jelas Kenneth, panjang lebar. Sheena tetap diam tidak bergerak.
 "Mau berangkat nggak?? Apa mau disini aja mandangin nih mobil??" pertanyaan Kenneth membuyarkan lamunan Sheena. "Ah iya. Ayo berangkat sekarang.." ajak Sheena. Setelah Sheena masuk ke dalam mobil, Kenneth menggelengkan kepalanya. Sialan! Kenapa Sheena bisa membuatnya terpesona baik secara fisik dan emosional?!
 "Oh iya, gue mau kasih lo sesuatu.." ucap Kenneth, lalu meraih sebuah kotak di belakang. Sheena membuka kotak itu dan tertegun. "Korsase mawar. Maaf ya kalo nggak nyambung sama warna gaun lo.." ucap Kenneth, lalu memasangkan korsase itu ditangan Sheena. Sheena tersenyum, lalu mengambil sesuatu dari clutch.
 "Sini baju lo.." kata Sheena, lalu menyematkan bunga mawar yang dulu pernah diberikan Kenneth padanya. Setelah itu, Sheena tersenyum puas. "Now we are a good match!" puji Sheena, membuat jantung Kenneth derdetak semakin kencang.
 "Ayo berangkat!" tegur Sheena.
 Kenneth tergagap. "O-oh iya!" sahutnya, lalu membawa mobil itu langsung menuju SMA Harapan.
***
 Homecoming Dance berlangsung amat meriah. Aula disulap memakai warna hijau dan merah, warna kebangsaan SMA Harapan. Seksi dokumenter siap siaga dengan kamera SLR, sibuk memotret setiap orang yang tiba. Musik R&B mewarnai pesta. Semua gadis tampak cantik dan memikat hati para pasangannya. Sheena cuma bisa terbelalak memandang Bella tampak cantik dalam balutan gaun Marchesa warna pastel dengan bordiran bunga yang cukup rumit. Sheena mencari Calvin, namun tidak menemukan cowok itu.
 "Sheen, gue mau nyamperin Theo dulu ya.." pamit Kenneth. Sheena mengangguk, lalu menghampiri Bella. "You are so eye-catching!" puji Sheena tulus, membuat semburat merah di pipi Bella. "Lo juga cantik banget! Gaunnya cocok dengan warna kulit lo. Kenneth pasti terpaku tadi pas jemput lo.." puji Bella tulus ditambah nada menggoda. Membuat Sheena tertawa salah tingkah.
 Sheena menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan. "Calvin mana? Tadi kalian datang berdua kan??" goda Sheena. Wajah Bella makin memerah.
 "Iya, tapi tadi ada yang mesti dia urusin, jadi dia pergi dulu.." sahut Bella, dengan malu-malu. Sheena jadi tertawa terbahak. "ciee~ gue nggak nyangka deh lo bisa jadi segini cantiknya!" Sheena masih tampak tidak percaya.
 "Oh mate! You need to learn how to shut up!" ucap Bella pura-pura marah.
 "Make me." sahut Sheena, sambil tertawa keras.
 Carissa menghampiri dua sahabat itu dengan senyuman. Sheena dan Bella melongo menatap dress yang dikenakan Carissa. Dress bewarna hitam super pendek dan ketat. "Girls, siap-siap! Pengumuman Homecoming King and Queen siap dimulai!" ucap Carissa, semangat.
 "Kita disini aja.. Kita nggak bakal menang juga kok.." tolak Bella. Sheena mengangguk setuju. "Pasti kayak tahun lalu deh. Lo yang menang.." tambah Sheena.
 Carissa mengangguk dengan gaya angkuh. "OK kalo begitu. Gue kesana ya!" ucapnya, lalu melangkah pergi. Bella menatap Sheena dengan tatapan tidak percaya. "Lo tadi liat dress dia kayak gimana??" pertanyaan Bella hanya disambut anggukan dan wajah melongo Sheena.
***
 "And the Homecoming King is... Kenneth Jeremy!" tepuk tangan riuh terdengar. Kenneth memamerkan senyum mautnya dan maju ke depan. Mengenakan tiara dan memandang Sheena lekat-lekat. Semoga hasil voting menunjukkan bahwa gadis masa lalunya adalah sang Homecoming Queen.
 "And the Homecoming Queen is... Carissa Rachel!" seru Renny nyaring. Tepuk tangan kembali riuh terdengar. Sheena menatap Kenneth sambil mengangkat bahu, namun tetap bertepuk tangan. Carissa mengenakan tiara dengan bangga. Membagi-bagikan air kiss pada teman-temannya. Kenneth memasang wajah cemberut saat Renny berkata, "Our Homecoming Couple, please lead the Homecoming Dance.."
 Carissa memandang Kenneth dengan pandangan sayang. "Our fame is back, babe.." bisiknya mesra, lalu mengajak Kenneth turun ke lantai dansa. Namun mata Kenneth tetap tertuju pada Sheena. Dia ingin berdansa dengan Sheena, bukan dengan orang lain. Kenneth melepas pelukan Carissa dan berjalan menuju Sheena dengan langkah pasti. Menatap Sheena di manik mata dan mengangkat tangan gadis itu, kemudian mengecup telapak tangannya pelan.
 "Gue tadi dateng sama lo, berarti gue harus dansa sama lo.." ucap Kenneth, membuat semua orang berdecak kagum. Ucapan Kenneth membuat wajah Sheena memerah dan sadar bahwa hatinya memang telah direbut Kenneth.
 Carissa memandang pasangan itu dengan tatapan marah. Tangannya mengepal keras dan wajahnya memerah marah. Kenneth itu hanya miliknya! Jika hanya ini satu-satunya cara untuk merebut kembali kekasihnya, maka dia akan melakukannya! arissa naik ke atas panggung dan mendorong Renny untuk menjauh. Menarik nafas sebentar, kemudian siap untuk menarik perhatian semua orang. "OK! That was an awesome drama! Give some applause and let's face the truth.." ucapan Carissa membuat semua orang menoleh untuk memperhatikannya. Senyum sinis sempat terlihat diwajahnya, sebelum dia kembali berbicara.
 "Theo! Taruhan lo udah selesai! My man, Kenneth Jeremy udah memenangkan hati Sheena. Sekarang tolong lo kasih uangnya sama Kenneth.." Jantung Kenneth berdetak kencang. Dia memandang Theo yang langsung menggelengkan kepala, tanda tidak tahu apa-apa.
 "Why are you guys looking me like that? Yang gue bilang itu fakta! Aku nggak boong kan, babe?" Carissa memandang Kenneth yang mulai menggeram. Kenneth menatap mata Sheena, kemudian menggeleng. "Jangan percaya sama Carissa. Dia emang suka begitu kalo lagi jealous sama orang." bantah Kenneth.
 Carissa tertawa. "Babe, aku beda dengan kamu yang cuma bisa ngomong doang lho. Aku punya bukti kalo kamu emang cuma deketin Sheena buat taruhan.." ucap Carissa lalu mengeluarkan BlackBerry miliknya dan melangkah mendekati Sheena. Menampakkan pesan singkat kepada Sheena.
 "Take a look by yourself then.." ucap Carissa. Sheena meraih BlackBerry Carissa dan membaca pesan-pesan singkat itu. Membuat Kenneth panas dingin. Tangannya mulai gemetaran. Dia tidak menyangka Carissa akan sepintar dam sepicik ini. Sheena tertegun membaca pesan singkat itu. Bukankah seminggu yang lalu, Kenneth dan Carissa sudah putus? Namun kenapa pesan itu tetap bernada lovey-dovey? Ya, Sheena dapat menjawabnya. Hanya orang tolol yang tidak dapat berpikir seperti ini. Kenneth dan Carissa tidak pernah putus. Dan sesuai kata-kata Carissa, Kenneth memang hanya menjadikan dirinya sebagai taruhan.
 Mata Sheena berkaca-kaca saat menyerahkan BlackBerry kembali pada Carissa. Sheena menatap Kenneth tajam. "Gue kira lo serius mau temenan lagi sama gue. Gue nggak pernah berpikiran buruk sama lo sejak lo nolong gue.. Ternyata, lo pembohong besar! Kenapa sih harus gue yang terus lo sakitin?! Kenapa bukan cewek lain?! Gue salah apa sama lo, Ken?!" Sheena berteriak, histeris. Lalu berlari pergi keluar dari aula.
 Saat Kenneth hendak berlari menyusul Sheena, Bella menghadang Kenneth dan langsung mengeluarkan tendangan maigeri hingga Kenneth jatuh terlentang. Bella menatap Kenneth yang sedang meringis kesakitan.
 "Udah gue bilang jangan bikin dia nangis lagi! Seneng kan lo sekarang?!" seru Bella. Kenneth tidak menjawab dan malah berusaha berdiri, sambil sedikit terhuyung.
 "Maafin gue, Bell.." bisik Kenneth, lalu berlari keluar menyusul Sheena.
***
 Sheena berlari tanpa tujuan. Yang dia tahu adalah dia harus terus berlari menghindari mimpi buruk ini. 'BRUUKK' Sheena mendongak dan menatap Calvin yang tampak bingung.
 "Sheen, kamu kenapa? Kok nangis?" tanya Calvin, heran.
 Sheena tidak menjawab. Dia malah memeluk Calvin dan terisak. Isakan yang terdengar begitu pedih dan menyayat hati. Dan Kenneth memperhatikan itu. Kenneth menghela nafas lalu menggeram pelan. Kenapa harus Calvin yang jadi super hero untuk Sheena?! Kenapa malah dia yang selalu menjadi penjahat yang seakan tidak punya hati?! Kenapa?!!
 Dengan sumpah serapah, Kenneth melangkah lunglai kembali menuju aula yang masih ramai dengan murid-murid yang penasaran dengan drama a la SMA Harapan ini.
 "Bro.." panggil Theo, sambil menepuk pundak Kenneth. Ego Kenneth yang terluka mulai terasa sakit lagi. Tanpa basa-basi, Kenneth meninju Theo hingga bibirnya berdarah.
 "Kenapa lo selalu buat gue diposisi yang salah?! Sial! Gue udah buat Sheena nangis 2 kali! Itu semua gara-gara lo! Brengsek! Lo itu temen apaan yang berani mempengaruhi sahabatnya sendiri?!" teriak Kenneth, lalu melayangkan sebuah tinju lagi pada Theo.
 Theo tidak bergerak. Dia hanya menyeka darah yang ada dibibirnya dalam diam.
 "Ngomong lo, brengsek!" maki Kenneth dengan wajah merah.
 Theo mencoba berdiri dan menatap Kenneth dengan pandangan kasihan. "Kita sama-sama brengsek, Ken. Kita sama-sama nyakitin Sheena. Sekarang, mending lo anter gue pulang.. Nanti gue kasih tau kenapa gue bisa setega itu.." ucap Theo, pelan.
 Dengan geram, Kenneth memapah Theo menuju mobil. Mereka sempat berpas-pasan dengan Carissa.
 "Babe!" panggil Carissa. Kenneth menoleh dan tersenyum sinis. "Jangan pernah panggil gue kayak gitu! Lo udah bukan siapa-siapa gue lagi.." ucap Kenneth. Kenneth berhenti melangkah sejenak kemudian melemparkan tiara Homecoming King ke Carissa. “Tuh. Nikmatin gimana rasanya jadi queen sehari..” lanjutnya, lalu melanjutkan memapah Theo. Meninggalkan Carissa yang terdiam dan benar-benar menangis.
***
 "Karena lo ngerebut semua cewek yang gue suka dengan mudah.." jawab Theo. Kenneth menoleh dan tersentak. "Lo jangan ngajak gue berantem lagi ya? Gue nggak pernah nembak cewek kalo bukan karena lo yang minta!" ucap Kenneth, mulai marah.
 Theo menggelengkan kepala. "Dulu gue suka sama Sheena. Suka banget. Cuma selama gue perhatiin, dia selalu ada disekitar lo. Dan itu bikin gue marah. Terus, gue nonton sinetron dan gue liat pemeran disitu sukses mempengaruhi temennya. Namanya juga gue masih bocah, ya gue ikutin.. Dan ternyata berhasil. Tapi ternyata gue nggak punya keberanian buat deketin Sheena. Jadi, gue biarin aja dia menderita sendirian.." jelas Theo, membuat Kenneth ternganga. "Gue juga sempet suka Carissa. Tapi sejak awal gue tau dia suka sama lo.. Jadi gue minta lo nembak dia.." tambah Theo.
 Kenneth memandang Theo yang sedang menerawang jauh. Walaupun bukan karena kesengajaan atau ulahnya, tapi tetap saja dia merasa bersalah karena merebut gadis yang disukai Theo.
 "Maafin gue ya, bro.. Gue nggak sengaja bikin lo diposisi itu.." lanjut Theo.
 Kenneth perlahan mengangguk. "Tapi gue sekarang serius sama Sheena. Apa lo bisa bantu gue buat bikin dia percaya sama gue?? Gue beneran jatuh cinta sama dia.." ucap Kenneth.
 Theo mendengus, lalu tertawa pelan. "Sip! Lo pasti gue bantuin.." sahut Theo, lalu berhigh-five dengan Kenneth.
***
Kenneth memandang Mamanya yang sudah stand by di depan pintu dengan melipat kedua tangannya di dada. Kenneth menggaruk kepalanya hingga rambutnya berantakan. Dia melepas dasi yang seakan mengikat lehernya, menggengam tiara, dan melangkah lunglai mendekati Mamanya. “Hey Mam. Your son is the king!” sapa Kenneth, mencoba basa-basi. Mamanya malah memasang wajah kesal. “Tadi Mama liat Sheena pulang naik taksi. Sendiri dan menangis. Mama langsung telpon Tante Ami dan dia bilang kalo kamu bikin Sheena nangis lagi. Tante Ami nggak nyalahin kamu ataupun Mama, tapi Mama bener-bener malu dengan sikap kamu..” omel Mamanya sambil mengikuti langkah Kenneth yang masuk ke dalam rumah.
“Mama udah ratusan kali bilang sama kamu.. Kamu boleh jadi player asal bukan Sheena yang jadi korban kamu! Sheena itu anak baik-baik, Ken! Mama dan Tante Ami sudah seperti saudara! Harusnya kamu juga bisa bersikap seperti itu sama dia! Mama nggak mau kamu tumbuh seperti Papa kamu yang—” Kenneth langsung berbalik ketika panggilan itu keluar.
“Yang apa?! Pengecut?! Itu sih Papa. Aku bukan Papa, Ma! Dan nggak akan jadi sama kayak Papa! Aku bukan Papa yang pergi hanya karena takut dibuang sama keluarganya! Aku ngaku kalo aku cowok brengsek dan aku akan berjuang biar Sheena maafin aku. Mam, tolong maafin aku dan jangan marah samaku.. Kepalaku sekarang udah penuh banget. Beneran terasa mau pecah..” jelas Kenneth.
Mama Kenneth terdiam. Kenneth begitu membenci sosok ayahnya. Begitu bencinya, sehingga tidak sudi menggunakan nama belakang keluarga ayahnya dan malah sibuk memohon pada Mamanya agar namanya menggunakan nama belakang dari kakeknya. Mama Kenneth menghela nafas. Lalu membelai kepala anaknya lembut.
“Kamu yakin kamu bisa dapetin maaf dari Sheena??” tanya Mamanya, dengan nada khawatir. Kenneth tersenyum tipis. “Optimis bisa Mam.. Ya tapi kalo emang nggak bisa, aku bisa berbuat apa??” sahut Kenneth, lalu larut dipelukan sayang Mamanya.
***
Sudah 3 hari Sheena tidak masuk sekolah karena sakit. Selama 3 hari juga-lah Kenneth memikirkan berbagai cara untuk mendapatkan maaf dari Sheena.
 "Sheen!" seru Bella heran bercampur kaget melihat Sheena sudah duduk di bangkunya seperti biasa. Sheena tersenyum lemah menatap Bella. Sheena tampak sangat pucat dengan mengenakan sweater. "Lo kok udah masuk sih?" tanya Bella, lalu memegang dahi Sheena. "Masih panas lagi!" lanjut Bella.  "Gue mau presentasi buat Indonesian nanti.." jawab Sheena, lemah. Bella mengangguk mengerti. "Udah dapet materinya??" tanya Bella, yang disambut senyum tipis dari Sheena. Saat Sheena menoleh untuk memastikan objek yang akan dia deskripsikan ada di belakang, Kenneth malah tidak memperhatikan. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri.
***
 "OK. This is about money. Everybody knows money, right? You can use it for buy or pay something. But, there is some of us, use it unappropriately. He use money for his own pleasure without thinking and feeling how would the others' feel.." ucapan Sheena, membuat semua mata memandang Kenneth. Kenneth hanya terdiam.
 "As a human.. We can't be priced. We can't use others be someone for our pleasure! We can't use anyone to be a bet. In all cases.." Sheena menurunkan uang yang ada di genggaman tangannya dengan marah, dan melangkah mendekati meja Kenneth. Membuat Kenneth penasaran sekaligus ketakutan dengan apa yang akan diperbuat oleh Sheena.
 "If we do that.. It means that we are human with no human's heart.." tutupnya, lalu melempar uang sebesar Rp. 200,000,- ke meja Kenneth, lalu melangkah kembali ke kursinya.
 Kenneth memandang uang itu dalam diam. Rahangnya bergerak-gerak. Dia menatap Sheena yang menunduk dan bahunya bergerak. Dia pasti lagi nangis, batin Kenneth. Theo hanya bisa menggelengkan kepala. Sheena berhasil meruntuhkan kepercayaan diri dari seorang player yang bernama Kenneth Jeremy dengan sukses dan tanpa cela....



“How will I know, if I let you go..”

Sudah hampir 1 semester berlalu dan perjuangan Kenneth masih terbilang nol besar. Sheena tidak sudi lagi menerima maaf dari Kenneth. Sheena selalu diam atau malah memanggil Bella, jika Kenneth mendekatinya. Setiap istirahat, Sheena langsung kabur menuju kelas Calvin dan sengaja berlama-lama disana. membuat Kenneth semakin gelisah dan mau marah. Sheena juga tidak pernah sudi hadir jika rapat seluruh ekstrakulikuler diadakan. Sheena akan digantikan Calvin dengan sepenuh hati. Sheena juga tidak lagi diantar-jemput oleh Kenneth lagi, karena sudah ada Bella dan Calvin yang bergantian mengantar Sheena kemana pun Sheena mau. Tapi bukan Kenneth Jeremy namanya kalau dia tidak tahu malu dan mudah menyerah. Kenneth tetap menyapa Sheena, walaupun tidak akan menerima sapaan balaasan dari Sheena. Kenneth semakin sering mampir dirumah Sheena, mencari perhatian Tante Ami, dan biasanya berakhir dengan teriakan Sheena untuk menngusirnya pulang. Theo hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kegigihan sohibnya satu ini.
“Kenapa sih lo nggak nyerah aja? Masih banyak banget cewek yang rela dipermainkan sama lo!” saran Theo, lalu melempar surat-surat cinta dari fans-fans Kenneth. “Berarti mereka semua itu tolol! Masa iya dijadiin mainan mau?? Dan lagi... Ntar ajalah. Tunggu gue bosen ngejar Sheena.. Tapi sih kayaknya gue nggak bakal bosen ngejar dia..” sahut Kenneth sambil terkekeh. “Nasib Carissa gimana tuh?? Kasian banget dia diusir dari bangku yayang Kenneth..” tanya Theo. “Biarin. Siapa suruh nyebelin? Kenapa? Lo mau?? Gih, ambil.. Kalo masih mau mah..” sahut Kenneth, lalu kembali bermain sepak bola. Membuat Theo melongo lalu tertawa sendiri. Kenapa manusia sejenis Kenneth harus diciptakan?
            ms. Bonnie melangkah masuk ke kelas XI Science 2 dengan senyuman lebar diwajahnya. Membuat semua murid mengerutkan dahi dengan heran. ms. Bonnie adalah wali kelas XI Science 2. “what’s up, ms. ?” tanya Theo, penasaran. “Kids! Get yourselves ready because we will have fun in Puncak for New Year!!”  jawab ms. Bonnie lalu bertepuk tangan riuh. Semua murid langsung berisik. Sheena tampak terkejut. "How long it would be?" tanya Theo lagi. ms. Bonnie semakin berbinar. "3 days 2 nights at SMA Harapan's villa!" jawab ms. Bonnie.
 Sheena memasang wajah cemberut. Dia berbalik dan menatap Kenneth yang tampak semangat. Dia tidak mungkin bisa bertahan selama itu bersama Kenneth. Dia takut kalau nanti dia tidak dapat mempertahankan keras kepalanya untuk tidak menolak Kenneth lagi. "ms. may I not come?" tanya Sheena. ms. Bonnie langsung tolak pinggang. "Nope! Other classes make trips and so will us!" jawab ms. Bonnie dengan nada absolut. Membuat Sheena cuma bisa menghela nafas kesal.
 Theo melangkah mendekati Kenneth. "Seneng banget lo keliatannya, bro.." goda Theo. Kenneth melirik Sheena sekilas, lalu tersenyum girang. "Lo tau lah kenapa.." jawab Kenneth semakin senang. "Gokil banget lo bro! Nggak kira-kira ngejar si Sheena. Lo nggak liat dia udah muak lo kejar-kejar?" Kenneth malah makin terbahak. "Bodo amat! Siapa suruh dia nggak jatuh cinta sama gue?" tanya Kenneth, lalu melanjutkan senyum-senyum sendiri. Saat Kenneth melirik Sheena, Sheena juga sedang memandangnya. Wajah mereka kompak memerah. Apa yang sedang terjadi dengan diri mereka??



"But I know I had the best day with you today.."

 "Naik, naik ke puncak gunung.. Tinggi, tinggi sekali.." koor XI Science 2 nyaring terdengar di bus. Koor itu dipimpin oleh Aryo, salah satu sohib Kenneth, anggota futsal dan member kelompok orang gila eksis di SMA Harapan. Kenneth bermain gitar sementara Theo, Samuel, dan Steven memimpin koor. ms. Bonnie ikut bersenandung. Kenneth menatap Sheena yang sibuk mendengarkan lagu lewat iPod, duduk disamping Bella yang sedang terlelap di dunia mimpi.
 Bus memasuki sebuah gang kecil dan berhenti disebuah villa yang paling besar diantara semua villa. Anak-anak turun dan menghirup nafas dalam-dalam. "Udaranya enakk..." ucap Steven, disambut tawa semua anak. Carissa mengajak anggota cliquénya turun dan melewati Kenneth. "ciee~ sang mantan..." goda Aryo, dengan nada frontal. Membuat Carissa dan Kenneth menoleh bersamaan.
  "Kids! Now get in to the main room! I will seperate you in 3 groups!" seru ms. Bonnie diikuti langkah semua murid.
 Setelah semua murid tertib, ms. Bonnie kembali berujar "OK. Now I seperate you in 3 groups. When I call your names, make a crowd over there.." ms. Bonnie membuka lembara0 kertas dan mulai menyebutkan nama anggota kelompok.
 Sheena terdiam. Dia memandang Kenneth dengan pandangan khawatir. Mengapa dia harus sekelompok dengan cowok itu? Sheena melangkah mendekati 4 cowok gila itu bersama dengan Renny dan Bella. "Halo Renny. Theo nih lagi jomblo lho.." promosi Samuel. Wajah Renny cuma bisa memerah. Begitu melihat Sheena, Aryo langsung menjawil Kenneth. "Kenneth nggak mau lari marathon? Nih garis finish ada disini.." goda Aryo disambut jitakan dari Kenneth.
 "For today, you can take a rest now. We will be here again at night for games. OK?" tanya ms. Bonnie.
 "OK!" jawab anak-anak dengan semangat.
***
 Sheena merapikan travel bagnya. Dia memilih untuk sekamar dengan Bella dan Renny. Suara ketukan pintu membuat Sheena membuka pintu. Carissa sedang memandangnya dengan pandangan angkuh. "Lo bisa pindah nggak dari kamar ini? Anggota geng gue ada yang nggak kedapatan ruangan. Kamar gue disebelah, jadi gue pengen mereka bisa tidur disini biar kami bisa bareng.." ucap Carissa, to the point.
 Sheena tidak bisa menjawab. Dia hanya bisa tergagap dan membisu. Berbalik dan menatap Bella dan Renny. Renny malah menunduk karena takut, sementara Bella langsung melangkah mendekati Sheena. Baru mau mengomeli Carissa, sudah ada suara yang mendahului. Kenneth. "Villa ini kamarnya banyak. Jangan karena lo nggak dapetin ruang buat temen lo, orang lain jadi korban.." omel Kenneth.
 Carissa tersentak. "Babe.." gumamnya. Kenneth tersenyum sinis. "Lo jangan ngerusuhin orang lain deh.. Kalo emang mau bareng, sana cari kamar yang kiri-kanan kosong.." perintah Kenneth. Carissa dan anggota gengnya langsung buru-buru pergi.
 "Makasih ya Ken.." ucap Renny. Kenneth mengangguk. "Sip sama-sama.." sahut Kenneth. Sheena memperhatikan langkah Kenneth sambil menghela nafas. Makasih ya, ucap Sheena dalam hati.
***
Setelah makan malam, ms. Bonnie mengumumkan permainan yang akan dimainkan anak-anak muridnya. Mereka akan berkeliling sekitar villa untuk mencari huruf-huruf yang akan membentuk kata 'HARAPAN'. "Kenneth's group is blue.. Carissa's group is yellow.. And Edward's group is green.." ucap ms. Bonnie. "Ah, gampang lah itu.." ucap Theo, saat ms. Bonnie menyerahkan kertas berisi petunjuk.
 "But, you guys must use this rope. How about that? Is that easy?" tantang ms. Bonnie lalu memberikan beberapa tali rafia pada 3 kelompok itu. Dan semua murid sibuk memikirkan berbagai cara untuk mengikat diri di tali rafia itu. Steven dan Samuel tersenyum nakal. "Udah biar kita yang iket. Lo pada diem dan nurut aja. Eh Aryo, lo kan jomblo ngenes.. Sini gabung sama kita.." Steven mengedipkan mata, membuat Aryo langsung mengerti. Steven dan Samuel sibuk mengikat yang lain.
 "Eh, gue ketinggalan.." ucap Bella. Aryo menoleh dan tertawa. "Lo mah dibelakang aja. Lo garang ya kan? Jadi nanti kalo ada apa-apa, lo jadi body-guard buat kita.." ucap Aryo, langsung disambut jitakan dari Bella.
 "OK udah kelar! Ayo yang lain mau diiket nggak?" tanya Samuel. Sheena memandang tali rafia itu. Diikat ditangan bareng itu rasanya seperti tahanan yang harus dijaga setiap saat.
 "Aduh, si Steven nggak bener nih ngiketnya.." gerutu Kenneth, lalu menoleh ke belakang. Dan mendapati Sheena ada dibelakangnya. "Lo disini Sheen?!" tanya Kenneth, kaget. Sheena mendongak dan langsung tersentak. Kenapa cowok menyebalkan ini ada didepannya?! Sheena memilih untuk tidak menjawab dan malah menunduk. Kenneth menggeram pelan. "Kerjaan mereka semua nih pasti.." gerutu Kenneth.
 "Are you guys ready?" tanya ms. Bonnie.
"Ready!" jawab semua murid.
***
“Heh yang dibelakang nggak usah rusuh deh! Dia nggak akan maafin gue juga kalo kalian dorong-dorong juga..” gerutu Kenneth pada teman-temannya, yang terkekeh senang dibelakang. Wajah Sheena langsung panas. Apakah Kenneth sedang membicarakan tentang dirinya. “Ah, payah dong lo Ken! Padahal udah sengaja gue iket disitu biar akrab lagi.. Tau nggak lo ajak ngobrol mah, mending dia disini deket-deket sama gue..” goda Samuel. Aryo langsung membeo. “Liat dong Theo! Langsung PDKT dia sama Renny.. Tiru dong! Ngaku player, masa dapetin maaf aja nggak bisa..” Theo langsung berbalik menatap Aryo. “Lo dikamar gue homoin ya, Yo?!” ancam Theo. Aryo malah tertawa terbahak. “Mau banget dong dihomoin sama Theo Marchett...” semua anggota malah ikut tertawa termasuk Renny. Melihat Renny tertawa, Theo langsung tersenyum. Alangkah manisnya gadis satu ini dengan senyuman dibibirnya. “Liat dong karateka yang ada didepan gue sekarang.. Yang lain lagi pada mencari cinta, dia malah kangen sama Calvin..” goda Aryo, frontal.
Wajah Bella spontan memerah. “Lo pada ngomong gitu berasa nggak ada orangnya ya?” tanya Bella. Semua kompak mengangguk. “Makanya jangan pernah bergaul sama anak futsal. Anak futsal udah kebanyakan ditendang, jadi otaknya rada-rada gitu..” ucap Steven disambut anggukan antusias dari yang lain. “Nggak usah jauh-jauh.. Nih liat dong kapten tim kita.. Buset, dia kan player abis.. Sampe Ketua OSIS aja dijadiin taruhan sama dia. Begitu si Ketua OSIS nggak mau ngomong sama dia, baru dia heboh nggak karuan..” goda Theo. Kenneth dan Sheena yakin kalau wajah mereka sekarang persis seperti tomat matang. Rasanya bergaul dengan orang-orang heboh juga tidak ada salahnya.
***
Sheena mengobrol dengan Renny dan Bella sambil tertawa-tawa. Mereka sedang sibuk memasak air membuat Pop Mie. Kenneth menatap Sheena dengan perhatian penuh. Kenapa Sheena bisa tersenyum senang disana? Carissa mengaduk-aduk susu cokelatnya dengan kesal. Dia masih tersinggung karena pembelaan Kenneth untuk Sheena. Saat melihat uap air di dalam Pop Mie Sheena, Carissa tersenyum nakal. "Girls, let's have some fun.." bisik Carissa.
 Sheena berjalan berhadapan dengan Carissa. Dengan sengaja, Carissa mendorong bahu Sheena hingga dia menumpahkan Pop Mie. "Panas!" seru Sheena, spontan dan keras. Satu kelas, termasuk Kenneth langsung menoleh dan menghampiri mereka. Sheena mengaduh-aduh sambil berusaha membersihkan bajunya.
 "Maaf Sheena. Gue nggak sengaja.." ucap Carissa, pura-pura polos. Bella langsung naik darah dan siap marah-marah. "Lo apa-apaan sih Carissa?!" seru Bella. "Kalo begini cara lo buat dapetin perhatian Kenneth, itu kampungan banget!" lanjutnya. Carissa langsung terdiam. Wajahnya memerah "Nggak gitu!" seru Carissa. Bella tertawa meremehkan. "Masa? Terus apa? Udah deh.. Kalo lo emang iri sama dia, ya bilang.. Pathetic banget sih lo!" ucap Bella, lalu mengajak Sheena dan Renny pergi. Satu kelas menatap Carissa sambil berbisik-bisik. Membuat Carissa makin malu dan memilih pergi dari situ secepatnya diikuti oleh para teman-temannya.
***
Sudah sekitar jam 12 malam, ketika Sheena duduk sendiri di balkon karena tidak bisa tidur. Karena teman-temannya sangat baik, maka Renny dan Bella sengaja ikut menemani Sheena diluar. “Sekarang udah tanggal 31 Desember! Kalo di Jakarta, nanti malam kita pasti lagi gereja..” ucap Renny disambut anggukan Bella dan Sheena. “Itu villa didepan siapa yang nempatin sih? Kayaknya mereka lagi ada acara tuh. Bakar-bakaran..” ucap Sheena, sambil menunjuk villa yang ada di samping villa mereka. “Eh itu yang lagi ngipas-ngipas orang bule!!” seru Renny, girang. Bella dan Sheena langsung antusias. Maklumilah orang Indonesia satu ini. Mungkin sebelumnya mereka belum pernah melihat orang bule, hanya teman-teman sekolah mereka. Itupun rata-rata bule blasteran. Oleh karena itu, mereka bersikap amat norak ketika melihat bule beneran. Salah satu dari bule itu menatap mereka yang sedang tersenyum girang. Membuat bule itu salah paham. Bule itu langsung mengangkat daging yang sedang mereka bakar, meletakkannya di piring, dan melangkah mendekati mereka bertiga.
“Eh, itu bulenya kesini ya?!” tanya Sheena, ketakutan. Bella dan Renny kompak mengangguk. Mereka pun langsung buru-buru masuk dan mengunci pintu. Sementara bule itu melangkah menuju kamar mereka dan terus mengetuk pintu. Memanggil-manggil mereka. Renny langsung meraih Hpnya dan menelpon salah satu nama yang ada di phone book. “Halo, Theo?! Theo, tolongin kita!! Didepan kamar ada bule yang maksa masuk.. Please Theo.. Kita takut..” ucap Renny, setengah menangis. Pintu masih terus diketuk hingga mereka mendengar suara anak-anak cowok berbicara pada bule itu.
Perlahan pintu diketuk. “Udah aman. Buka sekarang..” ucap Kenneth, kalem. Sheena membuka pintu dengan tangan gemetaran. Dia menatap Kenneth yang tampak ngos-ngosan. “Mending lo pindah aja deh dari sini.. Lo tidur dikamar kita aja. Nanti biar kita berempat tidur diruang tamu..” saran Kenneth, menatap Sheena yang menunduk. Bella mau menghampiri Sheena, namun dicegah oleh Renny. “Biarin mereka ngelesain masalah mereka sendiri, Bell..” tegur Renny. “Oh ya udah kalo begitu. Kita pindah tempat..” ucap Sheena, lalu berbalik merapikan pakaian. “Yes, gue nggak jadi dihomoin Theo...” kata Aryo, girang. Disambut jitakan bertubi-tubi dari teman-temannya.
“Tadi bule itu ngira lo pengen makan juga, makanya mandangin dia terus.. Jadi dia naik buat nawarin.." jelas Theo, sambil membantu Renny. Bella menghela nafas pelan. "Tapi kan nggak perlu gedor pintu juga! Ngeri banget! Udah tau badan dia tinggi besar begitu, gimana kalo ntar dia ngedobrak pintu?" tanya Bella. Aryo langsung tertawa. "Lo kan karateka! Ban hitam pula! Apa yang mesti ditakutin?" goda Aryo, kemudian mendapat respon pukulan dari Bella. Kenneth menatap Sheena, yang dari tadi diam tanpa suara menarik travel bagnya. Kenneth langsung mendekati Sheena dan menarik travel bag Sheena. "Sini biar gue yang pegang.." ucap Kenneth pelan. Sheena hanya bisa membiarkan Kenneth melakukannya.
***



Games!!!” seru ms. Bonnie, girang. Semua murid kompak bersorak dengan girang. “All the captains, please step forward!” perintah ms. Bonnie. Aryo celingukan mencari Kenneth. Perlahan dia menjawil Theo, “Mana homoan lo, Theo?” tanya Aryo. Theo yang sedang asyik ngobrol dengan Renny langsung menjawab, “Tadi dia kedapur sebentar..” Aryo baru mau melangkah menyusul Kenneth, ketika Sheena malah menahan lengan Aryo. “Biar gue aja yang manggil dia..” pinta Sheena. Aryo mengangguk, pelan. Saat Sheena sudah berjalan pergi, Aryo memandang teman-temannya. “Sheena udah mau ngomong sama Kenneth?” pertanyaan Aryo hanya disambut angkat bahu oleh semua anggota kelompok.
Sheena benar-benar nervous. Dia tidak tahu harus bersikap bagaimana didepan Kenneth. Namun senyuman seakan tidak sudi pergi dari bibirnya. Begitu selangkah lagi mendekati dapur, terdengar suara Carissa yang begitu manja dan suara Kenneth yang dingin. "Babe, apa nggak ada kesempatan lagi buat kita?" tanya Carissa dengan nada sedih. Kenneth menggeleng. "Kalo waktu itu lo nggak egois, mungkin sekarang kita masih jadian.." jawab Kenneth, dingin. "Tapi aku masih sayang kamu!" seru Carissa. Kenneth malah tersenyum dingin. "Gue malah nggak pernah sayang sama lo.." sahut Kenneth, membuat Carissa lemas.
 Kenneth menoleh dan mendapati Sheena yang sedang memperhatikan mereka berdua. Kenneth mendekati Sheena sambil tersenyum ramah. Sheena tidak berani menatap mata Kenneth sehingga dia memilih untuk menunduk. "Kita mau ada games. Jadi sebagai kapten tim, lo dipanggil ms. Bonnie" ucap Sheena, lalu berjalan pergi. Kenneth tertawa tanpa suara, kemudian menyusul Sheena. Meninggalkan Carissa yang terdiam dan lemas.
***
 "Lo berdua lama banget sih?! Ngapain tadi di dapur?" tanya Bella, curiga. "Nggak ngapa-ngapain.." jawab Sheena, singkat. Kenneth menatap Aryo dengan tatapan penasaran. "Jadi gamesnya ngapain Yo?" tanya Kenneth. "Nggak jelas abis! Kita pertama main mindahin bola dari bawah ke atas tapi nggak boleh kena garis. Kedua kita main 'Ular Naga'. Itu lho.... Yang baris panjang gitu. Nah, yang terakhir kita nyemplung di kolam, nyari huruf 'HARAPAN' lagi.." jelas Aryo. Kenneth bertepuk tangan riuh. "Come on guys!" seru Kenneth, riang. Membuat kerutan di dahi semua anggota tim Kenneth.
***






 "Nggak boleh kena garis?! Yang bener aja! Mau mindahin bola aja kok ribet.." gerutu Theo setelah melihat garis yang dibentuk dengan tali rafia oleh mrs. Bonnie sangat rumit. "Gue punya ide! Kita gandengan aja, terus bolanya dioper gitu.." saran Steven. Semua tampak setuju dengan pendapat Steven. Kenneth langsung menggandeng tangan yang ada disamping tanpa memperhatikan. Saat teman-temannya tersenyum menggoda, Kenneth benar-benar bingung. Wajahnya beneran tampak polos dan tidak tahu apa-apa. "Lo pada kenapa sih? Gue tau gue ganteng, tapi nggak perlu juga senyum kayak gitu. Gue jadi takut!" tanya Kenneth. Mata teman-temannya terus bergerak-gerak. Dengan polos, Kenneth mengikuti gerakan mata mereka dan tertegun. Rupanya dia sedang menggandeng gadis masa lalunya! Sheena juga tidak terlalu memperhatikan. Dia malah fokus berteriak-teriak heboh, mengingatkan Bella untuk menghindari garis. Begitu dia menoleh untuk mengoper bola, tapi malah menatap Kenneth, dia hanya bisa terdiam. "Sheen, bolanya.." ucap Kenneth. "Oh iya.." sahut Sheena, lalu menyerahkan bola yang dari tadi digenggamnya.
            Suara petir membuat Renny berteriak ketakutan. “Ntar lagi kayaknya mau hujan nih..” ucap Bella. Betul dugaan Bella, karena tidak lama kemudian hujan deras lengkap dengan angin menyerbu mereka. Samuel malah tertawa gembira. “Hore, hujan!!” serunya. Dengan basah-basahan, mereka terus mengoper-operkan bola. Mereka semua tampak gembira dan bahgia. Sheena dan Kenneth pun tampak saling mendukung. Teman-temannya mengangguk setuju kalau Sheena adalah gadis yang paling tepat buat Kennteh, begitu pula sebaliknya. “Congrats! You did this only 5 minutes 23 seconds!!” seru ms. Bonnie terlalu bahagia. Anak-anak segera berlari untuk berteduh di tenda kecil tempat ms. Bonnie berdiri.
“Selanjutnya kita ngapain??” tanya Steven. “You guys would play ‘Ular Naga’! It would be so fun!! There are a lot of mud..” jelas ms. Bonnie, membuat semua anggota tim semakin penasaran. “Mau main sekarang?” tanya Aryo. “Ayo!!” sahut anak-anak cowok. Bella menatap Sheena yang sudah menggigil kedinginan. “Eh Sheena, lo kenapa?? Wah, kok lo demam sih?? Ya udah deh kita nggak usah lanjutin game ya? Biar mereka aja yang lanjutin..” ucap Bella, dengan nada prihatin. Sheena malah menggeleng. “Nggak mau.. Gue mau main sama kalian..” tolak Sheena. Sheena menatap Kenneth dengan tatapan yang dulu sering diberikann Sheena pada Kenneth saat mereka kecil. Saat Sheena berusaha membujuk Kenneth untuk bolos latihan sepak bola atau untuk mengikuti kegiatan girlish lainnya. “Gue boleh ikut kan??” tanya Sheena dengan gemetaran. Kenneth tersenyum dan perlahan mengangguk. “Tapi ngomong ke gue kalo lo nggak kuat ya?” pertyanyaan Kenneth disambut anggukan pelanSheena. Perlahan Kenneth menghela nafas lega. Apakah Sheena sudah bisa memaafkan kesalahannya?
Kenneth memandang lawannya dengan sebelah mata. Carissa dan gengnya. Menurut perhitungan seorang cowok yang nggak jago-jago amat matematikanya, Carissa pasti kalah. Secara gitu, dikelompok Kenneth ada 5 cowok, sementara dikelompok Carissa hanya ada 2.  Dari jumlah, bukankah Kenneth pasti menang?? Carissa memandang Sheena yang berbaris paling belakang. Senyum jahat kembali menghiasi bibirnya. Dia membisikkan sesuatu pada anggota gengnya dan 2 cowok itu. Sesuatu yang berhubungan dengan menjatuhkan Sheena. “Okay..” sahut salah satu anggota gengnya dengan senyuman sinis.
Sheena sudah beneran mau pingsan. Tapi dia juga ingin seru-seruan sama teman-temannya. Sebagai Ketua OSIS, merupakan suatu yang amat langka dan jarang untuk dapat berdekatan dan bahkan mengobrol akrab dengan anggota futsal yang terkenal sedikit mengalami kemiringan pada otak kanan dan otak kiri. “1.. 2... 3..!!!” seru Mang Dudung, penjaga villa. And game is on! Kenneth berusaha keras melindungi teman-temannya yang heboh berteriak. Carissa menyerbu tanpa ampun. Membuat Sheena makin pusing dan lemah. Melihat ada celah untuk menembus pertahanan kelompok Kenneth, Carissa dan kelompoknya langsung menyerbu masuk. Mendorong Sheena yang sudah setengah sadar dan sukses membuat gadis itu terjatuh diatas lumpur. Kenneth terkejut bukan main memandang gadis yang disayanginya terjatuh bahkan tidak memberi reaksi apa-apa. Carissa memandang Sheena yang terbaring dengan wajah puas.
Carissa tidak sadar dengan Kenneth yang datang mendekatinya dan langsung menarik tank topnya. “Maksud lo apa??!!” seruan Kenneth menggelegar. Membuat wajah Carissa langsung pucat pasi. Dia betul-betul ketakutan karena mata Kenneth berbeda dengan mata yang biasanya teduh dan memesona itu. “Mau lo apa??!!! Kenapa lo dorong Sheena kayak gitu??!! Gue bilang sama lo ya Sa.. Mau kayak apa pun tingkah lo ke gue.. Bagi gue lo itu bukan apa-apa! Lo itu cuma cewek pathetic yang nggak bisa bersaing dengan sehat, manja, egois, dan nggak punya belas kasihan!!!” maki Kenneth, membuat mata Carissa mulai berkaca-kaca. “Ken, Sheena masih sadar kok!! Gih bawa dia ke kamar! Kasian disini kena hujan..” ucap Samuel, takut Kenneth akan melancarkan tinjuannya kepada Carissa. Kenneth langsung menghempaskan Carissa hingga dia terduduk diatas lumpur. Kenneth langsung menggotong Sheena pergi, disusul dengan teman-teman satu kelompoknya. Aryo dan Theo hanya bisa menggelengkan kepala dengan prihatin. Renny dan Bella mengambil sedikit lumpur dan melemparkannya ke atas kepala Carissa. Steven dan Samuel yang mungkin sedikit sakit jiwa. Samuel nekat mengambil HP yang dari tadi dititipkannya pada Mang Dudung, kemudian memfoto Carissa, yang posenya memang seperti orang yang sudah tidak memilki harapan. “Smile for the camera!!” seru Steven sambil tertawa. Carissa mulai menangis. Harga dirinya sudah tercabik-cabik oleh Kenneth!
***
Api unggun sudah dinyalakan dan semua murid XI Science 2 sudah duduk rapi diatas tikar. Malam ini diadakan talent show dan semua kelompok wajib mempersembahkan sebuah pertunjukan untuk acara api unggun. Kelompok Edward mempersembahkan sebuah drama yang asli kocak banget. Kelompok Carissa menampilkan modern dance yang sukses membuat semua mata cowok terbelalak dan bertepuk tangan riuh. Carissa tampaknya sudah tersadar dari kesedihannya. Saat kelompok Kenneth dipanggil. Sheena menoleh ke kanan-kiri mencari Kenneth, namun tidak menemukannya. Tidak berapa lama, Kenneth, Aryo, Theo, Samuel, dan Steven datang. Aryo dan Samuel memegang gitar akustik sementara Theo dan Steven menggengam beberapa kuntum bunga mawar. Dan Kenneth memegang toa. Dari kelihatannya, sepertinya mereka akan bernyanyi.

Baru intro saat Sheena mulai merasa bulu kuduknya berdiri. Lagiu ini! Lagu yang dulu amat dibanggakannya pada Kenneth. Lagu yang dulu dia katakan ingin dinyanyikan oleh someone special. ‘What Can I Do’ oleh band The Corrs. Kenneth pun  mulai bernyanyi. Suaranya memang cukup bagus dan membuat Sheena jadi ingin menagis terharu. Saat refrain dinyanyikan, Kenneth langsung menatap mata Sheena dengan senyuman manis.
What can I do to make you love me?
What can I do to make you care?
What can I say to make you feel this?
What can I do to get you there?
Suara teriakan para cewek karena diberikan sekuntum mawar oleh Theo dan Steven tidak mampu mengalihkan pandangan Sheena dari Kenneth. Dia seperti tersihir oleh pesona Kenneth. Saat Kenneth melangkah mendekatinya pun, Sheena hanya bisa tersenyum salah tingkah. Kenneth memebrikan sekuntum bunga mawar kepada Sheena dan melanjutkan lagunya.
No more waiting, no more aching..
No more fighting, no more trying...
            Kenneth memegang toa sambil melanjutkan lagu hingga habis. Bella yang dari tadi memperhatikan hanya bisa mengangguk setuju lalu memulai tepuk tangan pertama. Kenneth memang pantas untuk Sheena dan Bella tahu bahwa Kenneth sudah dengan tulus dan berusaha keras untuk membuktikannya. Seruan anak-anak membuat Kenneth semakin bahagia. ms. Bonnie juga ikut memberikan standing applause. Kelompok Kenneth berhasil membuat satu kelas terpesona dan membuat Carissa semakin terpojok.
Sheena duduk sendirian di pos Mang Dudung sambil meneguk susu cokelat. Lengkap dengan sweater milik. Suara langkah kaki yang makin lama makin mendekat membuat Sheena berbalik dan mendapati Kenneth yang sedang tersenyum manis padanya. "Mau?" tanya Kenneth, sambil menyerahkan sebuah jagung yang sudah dibakar. Sheena mengangguk pelan lalu mengambil jagung bakar itu dan perlahan memakannya.
 "Enak nggak? Apa terlalu gosong?" tanya Kenneth dengan nada cemas. Sheena menggelengkan kepala. "Nggak kok. Pas banget.." jawab Sheena sambil tersenyum. Kenneth ikut tersenyum. Matanya menatap Sheena dengan tatapan teduh seperti biasa. "Lo udah nggak benci lagi sama gue?" tanya Kenneth. Sheena mengangkat bahu. "Gue udah kehabisan alasan buat benci sama lo.." jawab Sheena. Kenneth menggelengkan kepala tidak percaya. Hanya orang tidak waras yang sudi memaafkan perbuatan jahat seperti yang telah dilakukan oleh Kenneth.
 "Lo udah maafin gue? Hello! Gue bikin lo malu lho! Gue udah jadiin lo taruhan! Masa lo nggak marah sama gue??" Kenneth masih tidak percaya.
 "Marah sih masih.. Tapi menurut gue, nanti pasti ilang sendiri kok.." jawab Sheena.
 Kenneth terpana. Dia perlahan tersenyum. "Jadi, kita udah temenan nih?" tanya Kenneth. Sheena malah memasang wajah sok berpikir. "Temenan nggak yaaa??" tanya Sheena. Kenneth jadi sebal. Pelan dia memukul tangan Sheena. Sheena jadi ingin tertawa melihat wajah Kenneth yang cemberut. Kenneth perlahan tersenyum. Alangkah senangnya bisa memandangi tawa gadis ini lagi.
***
 Sheena melangkah ke depan pintu rumah dengan senyuman. Memandang ke rumah sebelah dan mendapati Kenneth yang juga sedang memandanginya dengan tatapan penuh kasih sayang, kemudian melambaikan tangan, lalu masuk ke dalam rumah. Sheena menghela nafas pelan. Saat tangannya bersiap untuk membuka pintu, seseorang telah membukakan pintu untuknya. Sheena memandang seseorang itu dengan tatapan yang campur aduk. Ada rindu, kaget, dan bahagia diaduk-aduk jadi satu. Setelah berhasil mendapatkan kembali kendali dirinya, Sheena cuma bisa mengatakan satu kata yang paling ingin dia ucapkan setelah lama tidak bertemu. "Papa.." bisiknya, pelan.
 Papanya tersenyum lebar, membuat Sheena yakin bahwa dia tidak sedang bermimpi. "Papa!" Sheena memeluk Papanya erat. Papa Sheena balas memeluk Sheena erat. Sheena begitu rindu dengan harum maskulin Papanya dan senyuman manis Papanya yang begitu jarang dia temukan. Mungkin sekitar 4 tahun sekali, Sheena baru bisa bertemu dengan Papanya yang bekerja sebagai pialang saham sukses di Wall Street. "My little girl is all grown-up!" ucap Papa Sheena. Sheena melepas pelukan, kemudian menatap Papanya dengan tatapan sayang. "Papa kapan pulang?" tanya Sheena. Papa Sheena tertawa. "Kemaren Papa pulang. Papa niatnya mau ngasih kamu kejutan, nyatanya Papa malah yang terkejut ngeliat kamu nggak dirumah.." Papanya berbicara dengan nada memelas. Membuat Sheena jadi tidak tahan kemudian tertawa keras.
 Mama mendekati mereka lalu tersenyum. "Sheen, beres-beres dulu gih.. Terus nanti turun ke ruang keluarga. Ada yang mau Papa omongin ke kamu.." pinta Mamanya. Sheena perlahan mengangguk dan menurut. Sambil menarik travel bagnya, Sheena berpikir keras. Apakah dia telah melakukan sesuatu yang salah dan melukai orang tuanya?
***
 "Come again?" tanya Sheena sambil menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi telinganya. Papa dan Mama saling bertatapan. "Papa mau kita semua tinggal bareng di Amerika. Papa sudah cukup sukses disana. Papa punya apartemen untuk kita tinggal.." ucap Mama.
 Sheena langsung menggelengkan kepala. "Tapi sekolahku gimana?? Papa dan Mama kan tau kalo aku paling susah beradaptasi.. Gimana kalo ntar aku nggak punya temen disana? Pa, Ma? Aku nggak mau jadi outsider disana.." tolak Sheena.
 Papa menyerahkan selembar kertas. Sheena mengambilnya dengan ragu. "Papa udah pikirkan yang terbaik buat kamu. Di Manhattan ada Notre Dame School. Itu sekolah swasta dan khusus untuk anak perempuan. Kamu akan sekolah disana.." ucap Papanya, lembut namun tegas.
 "Tapi kenapa Pa? Kenapa aku harus pindah?" tanya Sheena, masih dengan nada menolak.
 "Karena Papa punya 2 alasan sederhana untuk melakukan itu.." jawab Papa tegas.
            "Alasan??" Dahi Sheena berkerut. Dia paling sebal kalau Papanya bertingkah seperti ini.
 "Iya, Papa punya 2 alasan sederhana untuk membuat kamu nurut dengan permintaan Papa. Alasan yang pertama karena Papa ingin tinggal bareng sama kamu dan Mama.." Sheena mengangguk mengerti. Itu alasan paling simple untuk menarik perhatian.
 "Alasan kedua adalah Papa nggak mau liat kamu sedih.." Sheena langsung mendongak dengan tatapan ingin tahu. "Maksud Papa?" tanya Sheena. "Papa nggak mau liat anak Papa nangis untuk seorang cowok yang udah nyia-nyiakan kamu. Papa paling benci sama cowok pecundang.."
 Sheena mulai paham arah pembicaraan Papanya. Tentang Kenneth. "Tapi aku udah temenan lagi sama dia Pa. Aku udah maafin dia.." ucap Sheena, berusaha meyakinkan Papa. Papa menatap Sheena dengan tatapan tajam. "Apa kamu yakin kalau dia tidak akan mengulang kesalahan yang sama?? You can't force someone to change who really he is.." Pertanyaan Papa membuat Sheena terdiam dan mulai memutar otak untuk mempertimbangkan pertanyaan Papa.
***
 Sudah beberapa hari ini Sheena bolak-balik Ruang Tata Usaha dan Ruang OSIS. Dahinya tampak berkerut serius saat berbicara dengan Calvin dan Kepala Sekolah, mr. Matt. Setiap saat Bella dan Renny ditanyai oleh Kenneth, mereka berdua hanya diam atau mengalihkan pembicaraan. Setiap Kenneth berusaha mendekati Sheena, gadis itu pasti langsung menyibukkan diri dengan segala hal yang ada didekatnya. Kenneth merasa ada yang aneh. Dan dia harus tahu apa yang sedang terjadi!
***
            "Apa Mam?!" seruan Kenneth terdengar dari kamar mandi, disusul dengan suara gaduh. Kenneth melangkah keluar sambil memegang celananya. "Yaaahh, pake basah lagi!" gerutunya. "Mama serius?" tanyanya sedikit tidak percaya. "Mama serius. Begitu urusan kepindahan sekolah Sheena selesai, mereka akan langsung pergi ke Amerika.." jawab Mama Kenneth sambil mencicipi masakannya.
            "Tapi kenapa Mam??" Kenneth masih tidak percaya. Mama memandang Kenneth sekilas. "Karena kamu! Tante Ami bilang mereka pindah agar mereka nggak perlu tinggal berjauhan dari Om Daniel. Tapi feeling Mama bilang kalo mereka pindah agar kamu nggak nyakitin Sheena lagi..." jawab Mama, diplomatis. Kenneth langsung memasang wajah sebal. "Pacaran kali pake feeling!" gerutunya lalu naik ke atas.
 Kenneth baru mau mengganti celana, ketika melihat Sheena sedang melamun di balkon. Kenneth mencari-cari sesuatu untuk dilempar dan akhirnya memutuskan untuk menimpuk kepala Sheena dengan sampah kertas.
 Sheena langsung menoleh setelah ditimpuk Kenneth. "Jangan melamun jam segini! Bahaya.." tegur Kenneth. Sheena cuma tersenyum. "Kata nyokap, lo mau pindah ya?" tanya Kenneth. Sheena mengangguk pelan.
            "Kenapa?" tanya Kenneth.
 "Karena gue mau tinggal bareng Papa. Dan gue mau ngerasain winter dan natalan disana.." jawab Sheena.
 "Bukan karena sikap gue yang brengsek??"
 Sheena tertawa. "Come on! Ngapain gue mikirin sikap jerk lo itu?? We are friends, remember?" Sheena berusaha mengalihkan pembicaraan.
 "Lo belum jawab pertanyaan gue.." Kenneth rupanya tidak bisa diajak kompromi.
 Sheena menghela nafas. "Iya, itu juga jadi alasan gue mau pindah ke sana. Walaupun kita udah temenan, nggak ada yang bisa memastikan lo nggak akan bersikap jerk lagi.." sahut Sheena.
            Gantian kini Kenneth yang menghela nafas. "Segitu brengseknya  gue ya sampe lo nggak mau kasih kesempatan kedua buat gue??" tanya Kenneth.
 Sheena langsung cemas. "Bukan! Bukan gitu.. Tapi--" ucapan Sheena disela oleh Kenneth.
 "Nggak papa. Gue ngerti..." sahut Kenneth lalu berbalik masuk ke kamarnya. Menutup pintu balkon serta tirainya, dan membuat Sheena jadi serba salah.
***
 Sejak kejadian balkon itu, Sheena dan Kenneth tidak pernah mengobrol lagi. Mereka seakan kembali pada mereka yang dulu. Saling diam dan tidak peduli. Teman-teman Kenneth tampak prihatin dengan keadaan kapten tim futsal mereka. Hanya bisa memandangi Sheena dari jauh, tanpa bisa ikut serta dalam obrolan gadis itu.
 "Udah, biarin aja kalo dia mau pindah.. Emang kenapa sih?" tanya Aryo. Kenneth menghela nafas. "Nggak segampang itu bro.. Dia itu berarti banget di hidup gue.." jawab Kenneth.
 "Sam! Itu muffin gue!!" seru Steven. Samuel dan Steven yang sedang rebutan muffin tidak memperhatikan bahwa Kenneth sedang menggalau. Kompak, Aryo dan Theo menjitak mereka berdua.
"Heh! Lo nggak liat kalo Kenneth lagi galau?!" tanya Aryo. Samuel dan Steven langsung diam dan memandang Kenneth. "Saran simple dari kita.. Kalo lo emang nggak mau dia pergi, tunjukkin lah!" saran Steven. Dahi Kenneth berkerut. "Maksud lo?" tanya Kenneth, bingung. Samuel menggelengkan kepala prihatin. "Ngaku player, tapi kayak gini aja nggak ngerti.. Padahal kalo soal pengalaman, mungkin lo lebih jago dari kita! Gimana sih? Maksud kita itu lo tunjukkin sesuatu yang bakal dia inget dalam waktu lama!" saran Samuel.
 Kenneth langsung menopang dagu. "Yang bakal dia inget dalam waktu lama yaa...." gumamnya.
***
 Sheena langsung mendongak ketika melihat selembar T-Shirt dibungkus plastik bening. Sheena menatap Kenneth dengan tatapan heran bercampur bingung. "Sabtu siang. Jam 1. Gue yang jemput lo. Dan lo harus pakai T-Shirt ini." hanya itu kata-kata Kenneth, sebelum dia berlalu pergi. Renny menatap Kenneth lalu tersenyum menggoda. "Dia ngajak lo nge-date kan?" tanya Renny, dan disambut gelengan bingung oleh Sheena. Sheena menatap T-Shirt putih itu dengan tatapan ling-lung. Tulisan 'Mate' di T-Shirt itu sukses membuat Sheena curiga.
***
 Jam 1 siang, mobil Kenneth sudah ada di depan rumah Sheena. Sheena langsung menghampiri Papa dan Mamanya yang sedang mengobrol di ruang tamu. "Pa, Ma.. Sheena pergi dulu!" ucapnya lalu berlari keluar rumah.
 Kenneth tersenyum ramah begitu melihat Sheena masuk ke dalam mobil. Sambil memasang safety belt, Sheena memandang Kenneth dengan tatapan bingung. Kenneth juga mengenakan T-Shirt putih. Yang membedakan hanyalah pada T-Shirt Kenneth, tulisannya adalah 'Soul'.
 Kenneth tersenyum memandang Sheena yang tampak bingung. "These are couples tee.." ucap Kenneth. "Soul-Mate ya?" tanya Sheena. Kenneth tertawa. "Ayo berangkat!" seru Kenneth, tidak menjawab pertanyaan Sheena. "Ke mana?" tanya Sheena, bingung. Kenneth hanya tersenyum penuh rahasia. "Somewhere only we know.." jawab Kenneth singkat.... 



"So why don't we go somewhere only we know?"

            Sheena memandang bukit itu dengan tatapan kagum. Kenneth tersenyum. "Gimana? Bagus kan?" tanya Kenneth. Sheena mengangguk-angguk antusias. "Banget! Lo nemuin bukit ini gimana caranya??" tanya Sheena, sambil berbalik kemudian termenung. Dengan bingung dia menatap Kenneth yang sudah duduk diatas tikar sambil membuka kotak piknik.
 "Lo ngajak gue kesini buat beginian??" tanya Sheena, tidak percaya. "Quite awesome, isn't it?" Kenneth memuji dirinya sendiri. Sheena tertawa terbahak. "Gue jadi ngerasa gue lagi main di HSM 2.." ucapan Sheena membuat wajah Kenneth cemberut.
 "HSM 2? Apa itu?" tanyanya, heran.
 "High School Musical. Drama musikal yang dibikin jadi 3 film. Zac Efron. Vanessa Hudgens. Ashley Tisdale. Lucas Grabeel. Monique Coleman. Corbin Bleu. Masa nggak tau sih? Film itu keren banget.." jawab Sheena, sambil menyantap kue cokelat yang ada di atas tikar.
 "Nggak tau. Ceritain ke gue.." pinta Kenneth.
            "OK. Jadi HSM itu ceritain tentang ada cewek pindahan yang nerd abis dan dia deket sama seorang jock yang jago basket. Tapi karena sesuatu, mereka jadi musuhan. Tapi pada akhirnya mereka jadian." jelas Sheena.
 "Terus yang sama dengan kita sekarang itu apa?" tanya Kenneth. "Kita disini udah kayak HSM 2! Di atas rumput, piknik, dan ngobrol.." jawab Sheena.
 "Tapi ada yang kurang dari itu, ya kan??" tebak Kenneth.
 "Yep! Harusnya mereka juga dansa di tengah hujan.." jawab Sheena.
 Kenneth tersenyum manis lalu berdiri. Memberikan tangannya kepada Sheena. Mereka berdua berdansa bagaikan orang gila, hingga Sheena merasakan titik-titik air membasahi wajahnya. Sheena mendongak dan tertegun. "Hujan.." gumamnya pelan. Sheena langsung menatap Kenneth. Tidak mungkin kan kalau ini hanya suatu kebetulan? Ini pasti sudah direncanakan oleh Kenneth. Sheena menatap Kenneth, tapi Kenneth malah berlagak tidak peduli.
 "Sometimes I can do some magic, you know.." ucap Kenneth, sambil tersenyum. Sheena akhirnya memilih untuk tidak peduli. Dia mengeratkan pelukannya pada Kenneth dan terus berdansa.
            Tak jauh dari sana, 4 Sekawan itu tertawa senang. Disamping mereka ada pemadam kebakaran yang menyiramkan air ke arah Sheena dan Kenneth. "Makasih banyak Pak!" ucap Aryo. Bapak itu mengangguk. "Saya yang harusnya makasih .. Daripada nganggur, mending begini. Udah gitu, dibayar lagi!" sahut Bapak itu.
 Theo menghampiri Aryo, lalu memukul pundak Aryo pelan. "Dan gue yakin sekarang Sheena nggak mungkin mau pindah.." ucap Theo. Aryo hanya tersenyum penuh arti.
 "Eh sini! Buruan liat!" seru Steven, heboh. Aryo dan Theo buru-buru mendekati Samuel dan Steven. "Aaahh~ Itu asli sweet banget!" seru mereka, sambil memandangi wajah Kenneth dan Sheena amat berdekatan dibawah hujan.
***
            Sheena menutup pintu kamar dengan perasaan senang. Perlahan menyentuh bibirnya, lalu tersipu malu. Dia ingat betapa manisnya Kenneth. Sheena melompat-lompat kegirangan diatas tempat tidur. Namun perlahan dia berhenti melompat dan terdiam. Harusnya dia tidak boleh senang. Dia tidak boleh merasakan ini! Dia akan segera pindah, sehingga perasaan ini harus cepat dihilangkan. Sheena menghela nafas pelan. Dia tidak boleh jatuh cinta dengan Kenneth.
***
 Jabatan Ketua OSIS sudah diserahkan kepada Calvin. Sheena resmi menjadi murid biasa. Inilah hari terakhirnya menjadi murid di SMA Harapan. "Heeii Sheena udah jalan ke sini! Siap-siap!" seru Samuel. Semua langsung bersiap di posisi. Begitu Sheena melangkah masuk ke kelas, "Surprise!" seru satu kelas, termasuk ms. Bonnie.
 Sheena terkaget dan memandang ruang kelas XI Science 2 sudah disulap dengan berbagai hiasan. Blackforest juga sudah terhidang diatas meja. Di papan tulis, Sheena membaca banyak doa yang diberikan untuknya. Dia jadi tidak rela untuk pergi jauh dari teman-temannya yang dia sayang ini. Badan Sheena bergetar tidak karuan. Perlahan dia menunduk kemudian menangis. Kenneth langsung mendekati gadis itu dan membawanya keluar dari kelas.
 "Gue jadi nggak rela pergi kan?! Mereka ngapain sih bersikap sweet kayak gitu?! Gue jadi sedih sendiri tau!" gerutu Sheena di sela isaknya. Kenneth mengangkat dagu Sheena kemudian menatap matanya lekat. "Karena mereka juga nggak rela kehilangan lo.." sahut Kenneth. Sheena menatap Kenneth. "Dan lo? Lo rela gue pergi? Amerika itu jauh lho.." tanya Sheena penasaran.
            Kenneth tertawa terbahak. "Nggak rela sih sebenernya.. Tapi mau gimana lagi? Gue nggak mungkin kan nyulik lo? Nggak lucu banget.. Yaahh, mau nggak mau gue harus biarin lo pergi pada akhirnya.." jawab Kenneth, lalu menghela nafas.
            Sheena memandangi Kenneth tajam. "Udah! Nggak usah mandangin gue! Ntar lo suka lagi. Ayo, kita ke kelas lagi.." Ajakan Kenneth disambut anggukan antusias dari Sheena. Namun tiba-tiba tangan Sheena memberat saat digandeng Kenneth. Kenneth berbalik dan memandang Sheena dengan tatapan penuh arti. "You will miss me, won't you?" tanya Sheena. "I will.. Like all the time.." jawab Kenneth, namun belum mampu menghapus kegalauan di hati Sheena.
            "Gimana tentang kita? Apa kita bakal terus nge-gantung? Kayak nasib semua mantan lo? Gue nggak mau digituin Ken. Gue cewek dan gue terbiasa dengan  status yang jelas.." pinta Sheena.
            Kenneth menatap Sheena lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Gue emang suka gandeng mereka dan belai rambut mereka.. Tapi selama gue pacaran, gue belum pernah ngelakuin apa yang udah gue bikin sama lo pas hujan itu.. Apa itu cukup untuk membuktikan kalo gue serius sama lo?" tanya Kenneth dengan wajah yang mulai memerah. Pertanyaan Kenneth membawa kelegaan pada Sheena. Membuatnya siap pindah ke Amerika untuk waktu yang tak terbatas....



“It was enchanting to meet you.."

 "Say 'AAA'..." ucap Sheena. Bocah kecil itu menggelengkan kepala. Sheena tersenyum. Berusaha membujuk anak laki-laki itu lagi. "If you follow what I say, I'd give you an apple!" bujuk Sheena. Bocah itu perlahan terdiam dan mengangguk. "OK.." sahut bocah itu, kemudian membuka mulutnya.
 Sheena mencabut gigi geraham bocah itu. Pelan namun pasti. Setelah 5 menit menganga, bocah itu akhirnya menutup mulutnya. "Here you go.." ucap Sheena sambil menunjukkan gigi geraham bocah itu. Sheena membuka kulkas dan mengambil sebuah apel dan menyerahkannya pada bocah itu. "Thank you, tooth fairy!" seru bocah itu, lalu berjalan keluar sambil membawa gigi gerahamnya. "Mommy, look at my tooth!!" teriak bocah itu, membuat Sheena tersenyum lebar. "He is so cute just like him..." gumam Sheena. Sheena menghela nafas. Kenapa dia tidak bisa melupakan cowok yang berhasil membuat dunianya jungkir balik itu? Sejak pindah di Amerika dan melanjutkan pendidikan di Notre Dame School dan Harvard Medical School, masih teringat setiap senyuman, tawa, wajahnya, bahkan kata-kata cowok itu pada pertemuan terakhir mereka dengan jelas oleh Sheena. Sheena menghela nafas. Apa kabar cowok --yang dia yakin-- makin memesona itu ya??
***
 Kenneth menghela nafas kesal. Klien yang ada dihadapannya sekarang ini terlalu banyak berbicara. Walaupun masih 24 tahun, Kenneth yang merupakan lulusan New York University: School of Law dengan magna cum laude, berhasil menjadi salah satu pengacara muda yang sukses di Amerika. Semenjak terpisah dari Sheena, Kenneth berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menyusul Sheena. Walaupun sudah berhasil tinggal di Amerika, dia sama sekali belum pernah berhasil bertemu dengan gadis itu lagi. Apa kabar gadis-- yang dia yakin-- makin cantik itu ya??
***
 Central Park cukup ramai sore itu. Sheena sedang berjalan kaki sambil menikmati pemandangan. Sheena tidak pernah bosan mendatangi Central Park. Memandangi anak-anak kecil yang berlarian, para orang tua yang sedang memberi makan burung, dan para pasangan yang sedang berjalan sambil bergandengan tangan. Pandangan Sheena terhenti melihat sepasang kekasih sedang piknik di rerumputan. Sheena menghela nafas. Dia benar-benar merindukan cowok itu.
 Kenneth tampak sangat berantakan dengan dasi dilonggarkan, kemeja yang dikeluarkan, dan rambut yang berantakan. Dengan memasukkan kedua tangan disaku, Kenneth berjalan memutari Central Park. Langkahnya terhenti ketika melihat seorang gadis ada di sisi lain Central Park sedang melangkah menjauhi taman. Itu Sheena! Teriak Kenneth dalam hati. Pasti Sheena!
 Kenneth berlari bagai orang gila mengejar gadis yang sedang berdiri dalam diam diatas jembatan. Gadis itu harus Sheena, batin Kenneth. Begitu berhasil mendekati gadis yang dianggap Sheena dengan nafas ngos-ngosan. Perlahan dia menepuk pundak gadis itu dengan lembut. Saat gadis itu berbalik dan memasang wajah terkejut, senyuman Kenneth makin lebar. "It's been a while..." ucapnya, lega.
***
"Kenapa lo bisa ada di sini?" tanya Sheena, heran. Dia masih tidak bisa mempercayai penglihatannya. Cowok yang ada di hadapannya kini makin tinggi dan makin ganteng, walaupun kemeja dan rambutnya sudah berantakan. Cowok satu itu bener-bener membuat dunianya jungkir balik.
 "Ya bisa aja.. Hak gue lah mau ngapain aja.." jawab Kenneth. Namun, begitu memandang Sheena, Kenneth langsung mengangguk patuh. "Begitu lulus SMA, gue langsung daftar di NYU. Gue mau masuk juga karena nyokap dulu alumni dari situ. Dan yaahh~ gue juga sedikit berharap kalo gue bisa ketemu lo.. Tapi buktinya? Amerika itu luas banget! 4 tahun gue kuliah disini, gue nggak nemu juga.. Setelah 3 tahun gue kerja, baru gue bisa nemuin lo.." jawab Kenneth, sambil memberikan hot-dog kepada Sheena.
 Mereka berjalan-jalan disekitar Central Park sambil menyantap hot-dog. Tiba-tiba Kenneth berhenti melangkah. Membuat Sheena keheranan. "Ada apa?" tanya Sheena. "Gue mau tanya tentang kita. Gue udah sabar nungguin lo selama 7 tahun. Bahkan gue sampe ngejar lo kesini. Lo tau kan gimana rasanya nge-jomblo selama itu? Udah gitu selama gue kuliah, gue dikirain homo sama mereka karena mereka mikir gue nggak punya pacar dan rada nggak normal. Padahal cewek-cewek Amerika jelas lebih cantik daripada lo! Tapi karena gue cinta sama lo, gue mati-matian nggak terpesona sama mereka. Sekarang gue udah 24 tahun! Lo bayangin itu! Ini semua gara-gara lo, Sheen. Dan lo harus tanggung jawab.." cerocos Kenneth panjang lebar. "Tanggung jawab?" goda Sheena. "Iya, tanggung jawab. Lo harus ngasih gue kepastian status. Tapi sempet lo bilang lo nggak mau sama gue, sumpah lo bakal gue habisin di sini!" jawab Kenneth, berapi-api.
 Sheena tertawa terbahak. "Suka nggak yaa??" goda Sheena. Kenneth langsung memasang wajah cemberut. "Ah udahan lah! Gue mau godain cewek pirang yang di sana aja!" seru Kenneth ngambek. Sheena segera menahan lengan Kenneth, menarik wajah cowok itu, kemudian mengecup bibirnya sekilas. Wajah Kenneth dan Sheena kompak memerah.
 "Udah tau kan status kita gimana?? Puas?" tanya Sheena. Kenneth mengangguk. "Puas banget! Gue nggak nyangka bisa di sini barengan lo.. Padahal dulu gue brengsek banget dan jadiin lo taruhan seharga Rp. 200,000,- sampe kita berantem.." kenang Kenneth. Sheena menganggukkan kepala. "Sekarang mari fokus dengan apa yang kita punya.. Tapi paling nggak, ngelewatin hari sama lo nggak jelek-jelek amat nantinya.." ucap Sheena. Kenneth memeluk Sheena erat. "I love you so much, sweetheart!" seru Kenneth keras. Membuat semua pejalan kaki menatap mereka berdua. Namun Kenneth tidak peduli, dia malah tertawa senang lalu merangkul Sheena erat menuju masa depan yang penuh warna....♥